Kontroversi Penyebab hingga Penamaan Lumpur Lapindo

Image title
Oleh Abdul Azis Said
27 Juni 2019, 14:56
lumpur lapindo, bakrie, semburan lumpur lapindo, lapindo brantas, energi mega persada, 13 tahun lumpur lapindo
ANTARA FOTO/MOCH ASIM
Massa dari Kelompok Perempuan Korban Lapindo membentangkan foto rumah yang terendam lumpur saat melakukan aksi peringatan 13 tahun semburan lumpur Lapindo di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/5/2019). Dalam aksi tersebut massa mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah diantaranya menuntut ganti rugi yang belum terselesaikan, menolak wacana penghapusan desa terdampak lumpur, pulihkan kerusakan lingkungan serta pemenuhan hak-hak korban semburan lumpur Lapindo.

Lapindo Brantas Inc. kembali menjadi sorotan saat mendekati jatuh tempo pelunasan utang perusahaan kepada Pemerintah. Perusahaan energi Grup Bakrie ini dikabarkan mengajukan permohonan penjadwalan ulang pembayaran sisa utang yang belum dibayarkannya dengan mekanisme perjumpaan utang dengan pemerintah.

Lapindo bukan hanya sekedar nama dari sebuah perusahaan yang bergerak dibidang energi dan pertambangan. Nama perusahaan ini selalu ditautkan dengan bencana semburan lumpur yang menenggelamkan sejumlah wilayah di Sidoarjo, tepatnya di Kecamatan Porong. Terlebih bencana yang terjadi 13 tahun silam ini masih menyisakan jejak gunungan lumpur dan kerugian bagi ribuan masyarakat wilayah tersebut.

(Baca: Bayar Utang, Lapindo Tak Bisa Pakai Pengembalian Biaya Operasi Migas)

Lapindo Brantas Inc. adalah perusahaan yang pada 2006 mendapat izin dari BPMIGAS untuk melakukan pengeboran di wilayah blok brantas. Tepatnya dilokasi yang menjadi titik timbunan lumpur saat ini. Lapindo juga adalah salah satu dari anak usaha PT Energi Mega Persada Tbk., perusahaan yang bergerak pada bidang energi milik PT Bakrie & Brothers Tbk.

Penamaan Peristiwa Semburan Lumpur Lapindo

Pada 29 Mei 2006, lumpur panas bercampur gas menyembur dari sumur Banjarpanji 1, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Semburan lumpur terus membesar dan meluas selama beberapa bulan hingga menenggelamkan area pemukiman, pertanian, dan industri di tiga kecamatan (Porong, Tanggulangin, dan Jabon. Sebanyak empat desa di lahan seluas 400 hektare (ha) terdampak langsung dari semburan lumpur panas itu. 

Semburan lumpur ini merupakan bagian dari kegiatan pengeboran eksplorasi gas Blok Brantas. Seiring keterlibatannya sebagai perusahaan yang bertanggungjawab pada bencana tersebut, Lapindo Brantas Inc. meninggalkan label buruk di masyarakat. Perusahaan ini menjadi bulan-bulanan masyarakat, yang kemudian namanya ikut dicatut sebagai nama peristiwa tersebut. Padahal, sejak 2009, DPR telah memutuskan peristiwa tersebut sebagai bencana alam, sehingga tak ada yang dapat dijerat hukum termasuk pihak perusahaan.

(Baca: Jokowi Tolak Ganti Kerugian 30 Perusahaan Korban Lumpur Lapindo)

Beberapa tahun setelah kejadian, muncul perbedaan untuk pengistilahannya di sejumlah media. Kebanyakan media dan publik menyebutnya dengan ‘Lumpur Lapindo’. Namun, beberapa juga ada yang menyebutnya dengan nama ‘Lumpur Porong’ ada juga ‘Lumpur Sidoarjo’.

Semuanya merujuk pada kejadian yang sama, bedanya hanya ada atau tidaknya nama ‘Lapindo’ untuk peristiwa tersebut. Media yang mentautkan nama ‘Lapindo’ beralasan karena perusahaan inilah yang terlibat sebagai pelaku. Sedangkan beberapa media yang tak mentautkan nama perusahaan ini justru beralasan ada pihak lain yang juga harus disalahkan dalam masalah tersebut di luar tanggung jawab Lapindo Brantas Inc.   

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...