Sejumlah Tantangan Bayangi Perkembangan Mata Uang Kripto di Indonesia
Jumlah pemain kripto di Indonesia diperkirakan baru mencapai 1% dari total jumlah penduduk. Expert Trader & Business Advisor Sutopo Widodo optimistis potensi pasar mata uang kripto di Tanah Air masih sangat besar.
Sutopo menjelaskan, dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 264 juta jiwa saat ini, jumlah pemain kripto hanya sekitar 2 juta orang. Artinya, hanya baru ada 1% pemain kripto dari total jumlah penduduk tersebut.
Ia memberi contoh, Korea Selatan memiliki jumlah pemain kripto lebih dari 20 juta orang dengan total jumlah penduduk 50 juta jiwa. Artinya, ada sekitar 40% pemain kripto dari total jumlah penduduk tersebut.
"Apabila Indonesia bisa mencapai 40% pemain kripto artinya ada potensi sebesar 120 juta penduduk yang bisa menjadi investor. Apabila ada 5 % saja jumlahnya nya sudah cukup besar yakni 15 juta penduduk,” ujar Sutopo saat ditemui di acara peluncuran Digitalexchange di Tangerang, Banten, Jumat (28/6).
(Baca: Pemerintah Terbitkan Aturan Perdagangan Mata Uang Kripto)
Hanya, pria yang juga menjabat sebagai CEO & Founder Richie Global Indonesia itu mengatakan bahwa potensi tersebut tentu perlu didorong dengan edukasi kepada masyarakat serta dukungan regulator. Sebab, menurutnya meski potensi pasar kripto di Indonesia masih sangat besar namun masih mengalami sejumlah tantangan yang harus segera ditangani.
Pertama, soal regulasi. Ia menjelaskan, regulasi mengenai kripto di Indonesia masih berada di ‘grey area’ alias belum jelas apakah sebagai pembayaran (payment) atau komoditas. Namun, ia berpendapat bahwa kripto cenderung sebagai komoditas seperti emas yang dapat diperjualbelikan.
“Kalau (kripto) untuk payment, mungkin belum semua orang bisa memakainya dan belum efektif juga,” ujarnya. Sebab, menurutnya apabila bitcoin dijadikan sebagai payment masih butuh waktu yang lama bagi penggunanya untuk menerima konfirmasi transaksi.
Menurutnya, selain Indonesia ada pula beberapa negara yang masih bingung soal regulasi cryptocurrency. Ia mengatakan, negara-negara tersebut masih bingung bagaimana cara pelegalan, penyimpanan, perhitungan utang atau piutang (kliring), hingga penyimpanan aset kripto. “Nah, itu lah yang masih menjadi PR (pekerjaan rumah) regulator kita,” ujarnya.
(Baca: Line Bersiap Luncurkan Bursa Mata Uang Kripto di Jepang)
Kedua, soal minimnya edukasi cryptocurrency di Indonesia. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang membeli bitcoin hanya sebagai tren alias ikut-ikutan saja. “Mereka bahkan membeli tanpa tahu apa itu (kripto),” ujarnya.
Padahal, menurutnya Bitcoin memang memiliki resiko imbal hasil (high risk-high return) namun tergantung pada manajemen risiko oleh pemainnya. Sebab, ia menjelaskan bahwa Bitcoin tidak mungkin nilainya selalu naik, melainkan bisa naik dan juga turun. “Karena ini (Bitcoin) sudah diperdagangkan di Chicago Exchange, bisa dua arah sama seperti Forex,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa para pemain yang telah bergabung pasar kripto bahkan masih banyak yang datang secara alami alias otodidak, sehingga mereka belum teredukasi dengan baik mengenai uang digital tersebut.
Menurutnya, penting untuk mengadakan berbagai seminar maupun pelatihan secara khusus mengenai cryptocurrency agar masyarakat Indonesia bisa lebih teredukasi.
(Baca: Kenalkan Mata Uang Digital, Facebook Jamin Data Pengguna Aman)