Pacu Investasi Hulu Migas, Pemerintah Diminta Beri Kepastian Kontrak
Praktisi dan pengamat migas menekankan pentingnya kepastian kontrak hingga insentif, untuk menggairahkan kembali investasi hulu migas. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi mencatat investasi hulu migas hanya sebesar US$ 11,99 miliar pada 2018, merosot separuh dari masa puncak 2013 dan 2014 yang menembus US$ 20 miliar.
Mantan Direktur Utama Saka Energy Tumbur Parlindungan mengatakan, kepastian kontrak penting untuk membuat investor nyaman. "Jangan ada peraturan-peraturan baru yang bertentangan dengan kontrak setelah penandatanganan kontrak," ujar dia dalam diskusi bersama awak media di Jakarta, Rabu (3/7).
(Baca: Masa Pengembalian Investasi Blok Masela Terancam Makin Panjang)
Ia mengingatkan bahwa investor memiliki beragam pilihan negara untuk menanamkan modalnya. Maka itu, pemerintah Indonesia harus bisa membenahi aspek hukum untuk meningkatkan daya saing. "Investor punya pilihan, kita enggak. Mereka kalau enggak bisa masuk, bisa ke negara lain," kata dia.
Ia pun memastikan investasi hulu migas memiliki dampak besar terhadap perekonomian nasional, di antaranya dalam penyerapan tenaga kerja. "Satu pengeboran well di offshore itu 1.000 orang yang bekerja. Kalau 10, kalikan saja," ujarnya.
(Baca: SKK Migas Ungkap Cara Jaring Investor untuk Kembangkan 10 Area Migas)
Di sisi lain, Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengusulkan agar pemerintah membuka beragam pilihan kontrak bagi hasil migas. Ini agar investor memiliki keleluasaan untuk memilih. "Sebab setiap lapangan membutuhkan pendekatan yang tidak seragam," kata dia.
Ia pun menyambut positif pilihan kontrak cost recovery. Ia menilai skema ini brilian dalam menarik investor khususnya untuk kegiatan eksplorasi. Selain pilihan kontrak bagi hasil, ia menyarankan penambahan insentif.
(Baca: Skema Gross Split Dianggap Penyebab Lambatnya Pembahasan IDD )
Pri juga mendorong agar revisi Undang-Undang Migas segera diselesaikan. "Karena tak kunjung rampung, banyak aturan yang muncul untuk menambal lubang di UU Migas, tapi malah banyak yang tidak sesuai dengan kontrak," ujarnya.