Bulog Batal Ekspor Beras karena Harga di Dalam Negeri Lebih Mahal
Perum Bulog membatalkan rencana ekspor beras tahun ini. Sebab, harga beras yang dijual Indonesia dinilai lebih mahal dibandingkan harga di pasar internasional.
"Tidak mungkin kita bersaing. Kalau kita ekspor, patokannya harga internasional," kata Direktur Utama Budi Waseso di Jakarta, Kamis (5/7).
Menurutnya, rata-rata harga beras internasional saat ini sebesar Rp 6.200 per kilogram. Sementara harga beras nasional dengan kualitas yang sama sebesar Rp 8 ribu per kilogram. Ini artinya, ada selisih harga sebesar Rp 1.800 per kilogram.
(Baca: Beras Bulog untuk BPNT, Buwas Batal Mundur dari Posisi Dirut)
Berdasarkan Food and Agriculture Organizations (FAO), harga internasional beras ekspor dari Thailand pada 19 Juni seharga US$ 436 per ton atau setara dengan Rp 6.,16 juta (kurs Rp 14.145). Artinya, harga beras ekspor Thailand sekitar Rp 6.160 per kg.
Disparitas harga tersebut menurutnya terjadi karena biaya pengolahan beras di dalam negeri yang lebih tinggi. Biaya yang lebih mahal tersebut disebabkan oleh pengolahan beras yang masih konvensional.
Karenanya, Bulog akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan agar biaya produksi beras dapat ditekan sehingga harga jual tidak terlalu mahal dibandingkan pasar internasional.
(Baca: Bulog Lepas 50 Ribu Ton Beras Rusak dan Mutu Rendah dari Gudang)
Sebagai alternatif, Budi mengatakan akan ekspor beras dengan mengolahnya menjadi tepung terigu beras. Kebutuhan tepung beras, menurutnya ada Filipina dan Papua Nugini. "Banyak negara yang membutuhkan itu," ujarnya.
Hal tersebut juga menurutnya akan dibahas bersama Kementerian Perindustrian, karena Bulog tidak memiliki kewenangan dalam produksi beras olahan.
Sebelumnya, Bulog berencana untuk ekspor beras ke beberapa negara, termasuk Malaysia. Rencana tersebut dilakukan lantaran pasokan beras di gudang Bulog melimpah.