Memastikan Masa Depan Pekerja Migran Indonesia yang Lebih Baik

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
5 Juli 2019, 16:27
Tenaga Kerja
Katadata

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), sebutan untuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri kini diubah menjadi pekerja migran Indonesia. Perubahan nama ini diharapkan membawa dampak positif bagi pekerja migran Indonesia, yang dulu identik dengan tenaga kerja kasar tanpa kompetensi dan mayoritas bekerja sebagai asisten rumah tangga.

 

Ada paradigma baru perlindungan tenaga kerja dalam UU itu, yakni negara hadir untuk melindungi pekerja migran.  Perlindungan itu diberikan pemerintah pusat maupun daerah kepada pekerja migran sejak sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja. Adapun pihak swasta juga turut berperan dalam menempatkan pekerja migran di negara, perusahaan, dan lokasi kerja yang aman dan nyaman.

 

“Perubahan paradigma yang terjadi, di antaranya negara tidak memobilisasi, melainkan memfasilitasi pekerja migran. Calon pekerja migran juga tidak direkrut oleh sponsor, tetapi mendaftar. Perlindungan lebih diutamakan dan pekerja migran tidak dibebani biaya penempatan,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri.

 

Kemenaker menyayangkan selama ini ada stigma bahwa pekerja migran selalu dikaitkan dengan pekerja level rendah, tanpa ketrampilan. Padahal, pekerja migran Indonesia juga ada yang dari level menengah setara teknisi atau perawat. Bahkan ada yang sampai level tinggi setara chief executive officer (CEO) di perbankan kelas dunia.

 

Menteri Hanif menyebutkan data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa jumlah pekerja migran asisten rumah tangga atau pekerja domestik dari tahun ke tahun terus menyusut. Pada Maret 2017, jumlah pekerja migran yang bekerja sebagai asisten rumah tangga mencapai 19.306 orang. Setahun kemudian jumlah itu menyusut sebanyak 1.352 orang  menjadi 17.954 orang.

 

Begitu pula angka pekerja cleaning service yang pada Maret 2017 berjumlah 647 orang. Pada Maret 2018, jumlah ini berkurang lebih dari 50 persen menjadi 319 orang saja. Adapun pekerja migran yang bekerja sebagai buruh berkurang dari 7.500 orang pada Maret 2017 menjadi 6.047 orang pada 2018.


Sebaliknya, ragam pekerjaan yang membutuhkan kompetensi atau keahlian khusus justru meningkat. Misalnya untuk profesi teknisi mesin hidrolik. Jumlah pekerja migran yang bekerja dengan keahlian khusus mesin hidrolik ini naik lebih dari 100 persen, yakni dari 1.185 orang pada 2017 menjadi 2.887 orang setahun kemudian.

 

Hal yang sama terjadi pada pekerjaan operator crane, yang juga tidak sembarang orang bisa melakukannya. Pada Maret 2017 baru 608 pekerja migran Indonesia yang dipercaya mengoperasikan crane ini, tapi setahun kemudian jumlahnya meningkat menjadi 1.193 orang.

 

Kemajuan keahlian pekerja migran di rantau ini selaras dengan data tentang latar belakang pendidikan mereka, yang juga menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data Pusat Penelitian Pengambangan dan Informasi BNP2TKI, jumlah pekerja migran dengan pendidikan sarjana naik dari 266 orang pada 2017 menjadi  327 orang pada 2018. Demikian pula jumlah pekerja migran lulusan diploma yang naik dari 762 orang menjadi 971 orang. Sebaliknya, jumlah pekerja migran tamatan sekolah dasar turun signifikan, dari 22.052 orang di 2017 menjadi 20.250 pada 2018.

Halaman Selanjutnya
Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...