Kelanjutan Kasus Novel Baswedan Pascahasil Penyelidikan TGPF

Dwi Hadya Jayani
18 Juli 2019, 18:12
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menggelar aksi di kawasan Mabes Polri, Jakarta, Senin (15/7/2019). Dalam aksi tersebut mereka menyampaikan bahwa kinerja Tim Satgas kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan tidak me
ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menggelar aksi di kawasan Mabes Polri, Jakarta, Senin (15/7/2019). Dalam aksi tersebut mereka menyampaikan bahwa kinerja Tim Satgas kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan, cenderung hanya melakukan tindakan yang bersifat formalitas dan tidak transparan.

Dua tahun empat bulan berlalu sejak Novel Baswedan mengalami tragedi penyiraman air keras setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pengungkapan kasus ini terancam mandek setelah berakhirnya masa tugas Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada 7 Juli 2019.

Saat menyampaikan hasil investigasinya kepada masyarakat, Juru Bicara TGPF Nurkholis menyatakan bahwa kasus Novel berhubungan dengan enam kasus hukum lainnya. Enam kasus tersebut adalah Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), kasus mantan Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, kasus eks sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, kasus eks Bupati Buol Amran Batalipu, kasus wisma atlet, dan kasus sarang burung walet di Bengkulu. 

“TGPF meyakini kasus-kasus tersebut berpotensi menimbulkan serangan balik atau balas dendam karena adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan atau excessive use of power,” ujar Nurkholis di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (17/7).  

Tim advokasi menilai laporan TGPF yang menyebut adanya penggunaan kewenangan secara berlebihan ini malah menyudutkan Novel Baswedan. "TGPF justru menyampaikan laporan yang menyudutkan korban," kata Arief, seperti dilansir Tempo. Novel juga menanggapi pernyataan TGPF sebagai suatu opini yang "ngawur". 

Selain itu, Nurkholis juga menyebut bahwa penyerangan terhadap penyidik KPK ini bukan untuk membunuh, tetapi untuk membuat Novel menderita. Penyerangan dapat dilakukan sendiri atau dengan memerintahkan orang lain. Hal ini diperkuat dengan temuan zat kimia yang digunakan dalam serangan, yakni asam sulfat sehingga tidak mengakibatkan luka permanen dan kematian.

Ia merekomendasikan agar Polri menyelidiki lebih lanjut tiga orang tak kenal yang diduga kuat terlibat. Ketiga orang tersebut adalah satu orang yang mendatangi kediaman Novel pada 5 April 2017 serta dua orang tidak dikenal yang duduk di masjid. Polri juga diminta segera membentuk tim teknis sebagai upaya pendalaman probabilitas motif ketiga orang tersebut. Kuasa hukum penyidik senior KPK Novel Baswedan, Arif Maulana, menilai TGPF  telah gagal total karena tidak berhasil mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel. 

(Baca: TGPF Sebut Balas Dendam Jadi Motif Penyerangan Novel Baswedan)

Komitmen Jokowi dalam Pengusutan Kasus Novel Baswedan

TGPF dibentuk pada 8 Januari 2019 dan dikepalai oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Anggota TGPF berjumlah 65 orang yang terdiri dari berbagai profesi, yaitu anggota dari unsur Polri, lima orang pegawai KPK, penyidik dan pengawas internal, serta tujuh orang pakar dari LIPI, Setara Institute, Kompolnas, dan Komnas HAM.

Tim ini tidak lepas dari kritikan. Novel menilai bahwa TGPF tidak berbeda dengan tim sebelumnya karena didominasi oleh penyidik dan penyelidik. Ia khawatir pembuktian kasus akan dibebankan kepadanya sebagai korban.

Selain itu, pembentukan tim tersebut dianggap bermuatan politis karena bertujuan untuk mengantisipasi jawaban di Debat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang bertema hukum, korupsi, HAM, dan terorisme tiga hari mendatang. Jokowi menepis tudingan tersebut. Ia mengatakan, pembentukan TGPF merujuk pada rekomendasi Komnas HAM.

Komitmen Jokowi dalam pengusutan kasus Novel Baswedan disampaikan setelah Novel kembali ke Indonesia pascadirawat selama sepuluh bulan di Singapura. Pada 22 Februari 2018, Jokowi menyambut Novel yang kembali bekerja di KPK. "Saya akan terus kejar di Polri agar kasus Novel Baswedan menjadi jelas dan tuntas siapapun pelakunya. Tunggu dari Polri, setelah itu kita akan melakukan langkah berikutnya," ujar Jokowi.

(Baca: Jokowi: Pembentukan TGPF Novel Baswedan atas Rekomendasi Komnas HAM)

Lamanya pengusutan yang dilakukan oleh Polri membuat berbagai tokoh masyarakat mendesak Jokowi untuk membuat TGPF. Salah satu tokoh tersebut adalah Muhammad Isnur, anggota tim pengacara Novel. Ia kecewa lantaran Polri belum dapat menangkap pelaku penyerangan Novel meskipun sketsa wajah pelaku sudah dirilis sejak lama.

“Sejak awal kami desak Jokowi untuk bentuk TGPF. Kalau Jokowi yakin perkara ini melibatkan aktor kekuasaan, korupsi mafia, dan lainnya harus ditangani dengan cara yang tidak biasa,” ujarnya di kantor Sekretariat ICW, Jumat (12/1/2018).

Pada peringatan satu tahun kasus penyiraman terhadap Novel Baswedan, Jokowi kembali didesak untuk membentuk TGPF. Lalola Ester, anggota koalisi masyarakat sipil, mengatakan seharusnya Jokowi dapat bertindak tegas tanpa harus menunggu polisi menyerah untuk mengusut kasus tersebut.

Halaman:
Reporter: Dwi Hadya Jayani
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...