Hitungan Manfaat Ekonomi di Balik Kesepakatan Blok Masela Rp 277 T

Image title
19 Juli 2019, 15:08
blok masela, skk migas
SKK Migas
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dan President Direktur Inpex Indonesia Shunichiro Sugaya menandatangani Head of Agreement (HOA) Pengembangan Blok Masela disaksikan Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang Hiroshige Seko, dan CEO dan Presiden Direktur Inpex Corporation Takayuki Ueda di Jepang pada Minggu (16/6).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan secara resmi telah menyetujui revisi rencana pengembangan (PoD) Blok Masela. Jonan bahkan telah melaporkan persetujuan PoD Blok Masela kepada Presiden Joko Widodo pada Selasa (12/7) lalu.

Jokowi pun cukup puas dengan dimulainya proyek Blok Masela. Presiden bahkan menyebut besaran investasi Blok Masela yang mencapai US$ 19,8 miliar atau setara Rp 277 triliun merupakan investasi gas terbesar sejak Indonesia merdeka. "Saya akan bicara mengenai masalah Masela karena sebuah investasi yang sejak kita merdeka, investasi yang paling besar," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/7).

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengungkapkan, investasi pengembangan Blok Masela berkisar US$ 19,8 miliar dengan internal rate of return (IRR) bagi kontraktor Blok Masela mencapai 15%.

IRR sebesar 15% tersebut tidak bisa dibilang besar bagi perusahaan migas. Rata-rata IRR yang diminta perusahaan migas di suatu proyek mencapai 20%-30%. "IRR sebesar itu IRR yang cukup agresif. Di hulu, itu tingkat uncertainty tinggi, maka orang menghitung dengan potensi risiko. IRR 15% bagi orang luar negeri cukup agresif, bukan bermewah-mewah," kata Dwi saat berkunjung ke kantor Katadata.co.id pada Kamis (18/7).

Mantan Direktur Utama PT Pertamina ini pun menguraikan sejumlah manfaat ekonomi di balik megakesepakatan investasi blok kaya gas di Laut Arafura tersebut.

1. Manfaat bagi hasil.

Dari investasi tersebut, Indonesia akan mendapatkan bagi hasil minimal 50% dari produksi Blok Masela. Jika investasi bisa lebih rendah dari US$ 19,8 miliar, bagi hasil yang didapat pemerintah bisa lebih besar. Sebab, pemerintah menerapkan skema sliding scale dalam kontrak bagi hasil cost recovery Blok Masela. 

(Baca: Blok Masela Dimulai, Jokowi: Investasi Paling Besar Sejak Merdeka)

SKK Migas pun menargetkan produksi blok tersebut bisa mencapai 10,5 ton LNG per tahun yang dimulai pada kuartal II 2019. Produksi tersebut terdiri dari LNG sebesar 9,5 MTPA atau setara 330 ribu boepd dan gas pipa sebesar 150 MMscfd atau setara 1 juta ton LNG per tahun.

Total produksi gas kumulatif Blok Masela dari 2027 hingga tahun 2055 mencapai 16,38 TSCF dengan total gas yang dijual sebesar 12,95 TSCF. Selain itu, Blok Masela menghasilkan kondensat dengan kumulatif produksi sebesar 255,28 MMSTB.

SKK Migas menetapkan asumsi harga minyak sepanjang produksi Blok Masela di kisaran US$ 65/barel. Dengan begitu, harga LNG berkisar US$ 7,4/ mmbtu dan gas pipa US$ 6 per mmbtu. Dengan asumsi harga tersebut, pemerintah akan menerima sekitar US$ 39 miliar atau setara Rp 542,49 triliun sejak Blok Masela berproduksi pada 2027 sampai 2055.

2. Manfaaat untuk daerah.

Pemerintah daerah yang berhak atas hak partisipasi 10% Blok Masela juga akan menerima sekitar US$ US$ 3,7 miliar selama blok tersebut berproduksi. Sedangkan kontraktor Blok Masela akan menerima sebesar US$ 33,3 miliar.

"Ini break the ice. Ini di Indonesia bagian timur, di laut dalam. Sehingga tidak ada lagi keraguan bahwa investasi deep water di Indonesia ekonomis apa tidak,"kata Dwi.

3. Pengembangan industri petrokimia.

Selain itu, ada potensi pengembangan industri petrokimia di sekitar fasilitas LNG darat Blok Masela. Sebab, pemerintah telah mengalokasikan gas pipa sebesar 150 mmscfd untuk industri dalam negeri.

"Dengan di onshore, industri petrokimia akan tumbuh cukup cepat. Di proyek ini juga sudah ada yang minta," ujar Dwi.

4. Ketahanan nasional

Ada juga keuntungan kedaulatan negara dari  dimulainya Blok Masela. Sebab, Blok Masela berada di perbatasan Indonesia dan Australia. "Blok Masela punya ketahanan nasional," ujar Dwi. 

(Baca: Bos Inpex Incar Pembeli Gas Masela dari Jepang, Tiongkok, dan Taiwan)

5. Efek berantai perekonomian nasional

Berdasarkan data SKK Migas, pengembangan Lapangan Abadi Blok Masela mampu menciptakan dampak berantai bagi keekonomian nasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari sisi Produk Domestik Bruto (PDB), dampak produksi gas Blok Masela yang dimulai dari 2022 sampai 2055 mencapai sebesar US$ 153,6 miliar atau sekitar Rp 2.135 triliun. Terdiri dari masa konstruksi (2022-2027) sebesar US$ 7,5 miliar atau setara 104,25 tirliun dan masa operasi (2027-2055) US$ 146,1 miliar atau sekitar Rp 2.030 triliun.

Dari sisi pendapatan rumah tangga diproyeksi mencapai sebesar US$ 33,2 miliar setara Rp 461,5 triliun. Terdiri dari masa konstruksi sebesar US$ 3,1 miliar atau sekitar Rp 43 triliun. Pada masa operasi diproyeksi mencapai US$ 30 miliar atau setara Rp 417 triliun.

Selain itu, proyek Blok Masela diproyeksi membuka lapangan pekerjaan yang cukup besar. Rata-rata jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk proyek Blok Masela mencapai 73.195 orang per tahun. Pada masa konstruksi dibutuhkan pekerja 91.719 orang per tahun dan pada masa operasi sebanyak 66.838 orang per tahun.

Kronologi Proyek Blok Masela

Lapangan Abadi Bblok Masela terletak di Laut Arafura sekitar 100 km dari Kepulauan Babar dan Tanimbar dengan luas sekitar 2.503,3 kilometer persegi. Kontrak kerja sama Blok Masela ditandatangani pada tanggal 16 November 1998. Pemegang hak partisipasi Blok Masela adalah Inpex Masela Ltd sebagai operator dengan hak partisipasi sebesar 65% dan Shell Upstream Overseas Services Ltd sebesar 35%.

Pada Desember 2008, pemerintah memberikan persetujuan sementara PoD I FLNG 4,5 MTPA dengan sertifikasi cadangan Lemigas sebesar 6,9 TSCF berdasarkan hasil pengeboran tujuh sumur di Blok Masela.

Pada Desember 2010-2014, Inpex mengusulkan POD I FLNG 2,5 MTPA. Pemerintah pun memberikan persetujuan POD I FLNG 2,5 MTPA dengan asumsi harga minyak US$ 80/barel, harga LNG sebesar US$ 10,92/MMbtu, dan IRR sebesar 15,3%. Inpex pun mulai melakukan Front End Engineering Design (FEED).

Pada Maret 2015, Lemigas mensertifikasi penambahan jumlah cadangan gas Blok Masela menjadi 10,7 TFC berdasarkan data tambahan tiga sumur.

Lalu pada September 2015, Inpex kembali mengajukan usulan POD I FLNG 7,5 MTPA Menteri ESDM. Pada Desember 2015, rekomendasi kedua POD I FLNG 7,5 MTPA berdasarkan hasil studi konsultan ke Menteri ESDM.

Namun pada Maret 2016, Presiden RI Joko Widodo perubahan skema pembangunan fasilitas LNG dari offshore (lepas pantai) menjadi skema onshore (di darat). Dengan begitu, fasilitas produksi hulu tetap terletak di offshore dan kilang LNG di onshore.

(Baca: Kesepakatan Blok Masela Dapat Memicu Peningkatan Investasi Migas Asing)

Pada Mei 2017, pemerintah memutuskan kapasitas produksi OLNG Blok Masela sebesar 9,5 MTPA (juta ton LNG) plus 150 MMSCFD pipa gas untuk industri lokal. Estimasi dalam POD Revisi I, pendapatan proyek Masela bisa meningkat 48% dan unit biaya pengembangan per juta ton lng turun minimal 10%.

Selanjutnya pada Februari-Maret 2017, pemerintah memberikan persetujuan prinsip penambahan waktu tujuh tahun oleh Menteri ESDM. Kemudian Maret 2018, dimulai kegiatan Pre-FEED OLNG 9,5 MTPA ditambah 150 MMscfd.

Pada Oktober 2018 - April 2019 dilakukan re-sertifikasi cadangan Lapangan Abadi 18,54 TCF (2P) atau meningkat 73% dari tahun 2015. Dimulai diskusi teknis POD I revisi Lapangan Abadi.

Pada Mei 2019, terjadi pertemuan di Tokyo dan Jakarta yang dihadiri Inpex, SKK Migas, dan Kementerian ESDM. Pertemuan tersebut menghasilkan Minutes of Meeting (MOM) dan Head of Agreement (HOA).

Kemudian pada Juni 2019, Inpex menyampaikan usulan POD I revisi Lapangan Abadi dan perpanjangan kepada Menteri ESDM. Sebulan kemudian, Pemerintah memberikan persetujuan revisi rencana pengembangan (POD) Blok Masela.

Selanjutnya, SKK Migas bersama kontraktor Blok Masela, Inpex dan Shell, akan melanjutkan proses pengembangan Blok Masela. Pertama, melakukan Principal of Agreement (POA) dan Gas Sale Agreement (GSA). Kedua, membentuk Tim Pengawasan Pengembangan Lapangan Abadi terutama untuk menjaga cost recovery, spesifikasi teknis dan optimasi TKDN.

Ketiga, menjalankan Front End Engineering Design (FEED). Keempat, melakukan Engineering Procurement Cosntruction and Installation (EPCI).

Kelima, Penyesuaian insentif berdasarkan biaya pengembangan aktual (Final Investment Decision). Terakhir, memulai berproduksi pada kuartal II 2027.

(Baca: SKK Migas: Provinsi Maluku Dapat 10% Hak Partisipasi Blok Masela)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...