Bos BMW Minta RI Konsisten Pakai Standar Stop Kontak Mobil Listrik
Presiden Direktur BMW Ramesh Divyanathan berharap Indonesia menggunakan standar plug atau stop kontak untuk mobil listrik secara konsisten. Penerapan plug yang selaras akan berpengaruh terhadap kecepatan mengisi daya kendaraan.
Dia menjelaskan, prinsip kerja stop kontak pada mobil listrik sama dengan yang ada di ponsel. “Beda negara, maka berbeda pula plug-nya. Setiap mobil listrik memiliki jenis plug yang berbeda,” katanya dalam acara Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) ke-27 di ICE BSD, Tangerang, Rabu (24/7).
Ia berharap, pemerintah konsisten menggunakan standar stop kontak. Hal ini bertujuan agar pengisian daya kendaraan menjadi lebih mudah. Saat ini, BMW menggunakan plug dengan standar internasional, yaitu CSS Type 2.
(Baca: Luhut Minta Investor Baterai Mobil Listrik Bangun Pabrik di Jawa Barat)
Karena itu, ia meminta pemerintah menggunakan jenis plug yang sama di berbagai lokasi pengisian. Ia juga berharap, regulasi menyediakan adaptor yang bisa digunakan untuk beragam stop kontak mobil listrik.
Di sisi lain, Ramesh juga berharap pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang ramah bagi kendaraan listrik. Dengan demikian, penjualan mobil listrik dapat meningkat di dalam negeri.
Bila angka penjualan tumbuh, ia optimistis harga mobil listrik akan semakin terjangkau. Sebab, ia mengakui kendaraan listrik saat ini masih mahal di Indonesia. “Harga mobil BMW varian i3s saja Rp 1,29 miliar. Dengan harga itu, bisa beli mobil BMW lainnya dengan ukuran lebih besar,” katanya.
(Baca: Sri Mulyani Setujui Insentif Fiskal untuk Mobil Listrik)
Dengan kondisi tersebut, BMW belum memutuskan untuk investasi di Indonesia. BMW masih menanti aturan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) diluncurkan. Selain itu, BMW masih mengamati potensi bisnis kendaraan listrik di Tanah Air.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pun menilai, kendaraan listrik untuk keperluan pribadi akan mahal. Alasannya, infrastruktur pendukung mobil listrik belum tersedia di Indonesia. "Ada masalah infrastruktur. Stasiun pengisian (charging station) belum siap oleh pemerintah,” kata Direktur Pusat Teknologi Sarana dan Prasarana Transportasi BPPT Rizqon Fajar.