Jatam Desak Pemerintah Tutup Lahan Tambang Eks Tanito Harum

Image title
24 Juli 2019, 06:25
tambang batu bara tanito harum
Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi, tambang batubara. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mencabut Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Tanito Harum pada 20 Juni 2019 lalu.

Jaringan Tambang (Jatam) meminta kepada pemerintah untuk segera menutup bekas lahan tambang batu bara milik PT Tanito Harum. Lahan tersebut seharusnya dijadikan Wilayah Pencadangan Negara (WPN) sesuai dengan Undang-Undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Nomor 4 Tahun 2009.

Penetapan WPN sesuai dengan kepentingan dan keseimbangan ekosistem dan lingkungan, serta sesuai dengan fungsi sosial ekologis wilayah tersebut. "Jatam mendesak pemerintah untuk mengambil alih dan menutup segera wilayah yang dikuasai Tanito Harum," seperti dikutip dari keterangan pers Jatam, Selasa (23/7).

Selain itu, lahan eks tambang juga bisa dijadikan objek redistribusi lahan sebagaimana ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Reforma Agraria Nomor 86 tahun 2018 pasal 7 ayat 1. Dalam aturan tersebut, lahan bekas tambang dapat dikembalikan kepada rakyat sebagai objek reforma agraria dan tidak menjadikan wilayah pertambangan lagi. 

Lebih lanjut Jatam meminta pemerintah memberikan perhatian terhadap kewajiban Tanito dalam melakukan reklamasi, rehabilitasi, dan pemulihan tanah bekas tambang.  Sebab di wilayah konsesi yang terletak di Kartanegara, Kalimantan Timur itu terdapat 69 lubang tambang.

Banyaknya lubang tambang menjadi ancaman bagi warga yang tinggal di sekitarnya, terutama masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara. Apalagi sejak tahun 2011 hingga 2019, lubang tambang telah menewaskan 12 korban jiwa yang sebagian besar adalah anak-anak. Selain itu, pemerintah pusat dan daerah harus segera berkoordinasi, mengeluarkan seluruh infrastruktur pertambangan pihak perusahaan yang sudah berstatus ilegal atau tanpa izin yang kini berada di atas bekas wilayah operasi pertambangan.

(Baca: Pakar Hukum: Wilayah Tambang Habis Kontrak Wajib Ditawarkan ke BUMN)

Pada 11 Januari 2019 lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat menerbitkan perpanjangan kontrak Tanito yang berakhir pada 14 Januari 2019. Kontrak Tanito diperpanjang hingga 20 tahun kedepan melalui surat bernomor 07.K/30/MEM/2019 dengan luasan 34.585 hektar (ha).

Tetapi pada 20 Juni 2019, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) perusahaan itu dicabut karena belum adanya revisi keenam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Minerba oleh Presiden. Revisi PP akan dijadikan landasan hukum untuk perpanjangan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang habis masa berlakunya. Tanpa landasan hukum tersebut, perpanjangan dinilai melanggar ketentuan Undang-undang No 4 Tahun 2009.

Enam Perusahaan Pemegang PKP2B Harus Diaudit

Jatam juga meminta pemerintah melakukan audit enam perusahaan lainnya pemegang PKP2B terkait kerusakan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan perusahaan selama beroperasi. Enam perusahaan tersebut, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Adaro Indonesia, PT Berau Coal Energy, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Multi Harapan Utama (MHU)

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...