7 Strategi Jakarta Tangani Polusi Udara, Uji Emisi hingga Penghijauan
Indeks kualitas udara Jakarta tercatat sebagai salah satu yang terburuk di dunia. Banyak pihak mulai menyoroti dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Memasuki Agustus ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menerbitkan Instruksi Gubernur tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Instruksi Gubernur tersebut memuat tujuh strategi yang akan dijalankan perangkat daerah untuk memperbaiki kualitas udara Jakarta. Berikut ketujuh strategi tersebut:
(Baca: Kualitas Udara Jakarta Paling Buruk di Dunia pada Jumat Ini)
- Memastikan tidak ada angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi beroperasi di jalan, serta menyelesaikan peremajaan seluruh angkutan umum melalui program Jak Linko pada tahun 2020.
- Perluasan kebijakan ganjil genap sepanjang musim kemarau dan peningkatan tarif parkir di wilayah yang terlayani angkutan umum massal mulai tahun 2019, serta penerapan kebijakan congestion pricing yang dikaitkan dengan pengendalian kualitas udara pada 2021.
- Memperketat ketentuan uji emisi bagi seluruh kendaraan pribadi mulai tahun 2019 dan memastikan tidak ada kendaraan pribadi berusia lebih dari 10 tahun yang dapat beroperasi di wilayah DKI Jakarta pada 2025.
- Mendorong peralihan ke moda transportasi umum dan meningkatkan kenyamanan berjalan kaki melalui percepatan pembangunan fasilitas pejalan kaki di 25 ruas jalan protokol, arteri, dan penghubung ke angkutan umum massal pada 2020
- Memperketat pengendalian terhadap sumber penghasil polutan tidak bergerak khususnya pada cerobong industri aktif yang menghasilkan polutan melebihi nilai maksimum baku mutu emisi yang berada di wilayah DKI Jakarta mulai tahun 2019.
- Mengoptimasikan penghijauan pada sarana dan prasarana publik dengan mengadakan tanaman berdaya serap polutan tinggi mulai tahun 2019, serta mendorong adopsi prinsip green buiding oleh seluruh gedung melalui penerapan insentif dan disinsentif.
- Merintis peralihan ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dengan menginstalasi solar panel rooftop pada seluruh gedung sekolah, gedung pemerintah daerah, dan fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah.
Dorongan Modifikasi Cuaca untuk Solusi Jangka Pendek
Beberapa pihak menilai perlunya solusi jangka pendek untuk pengendalian kualitas udara Jakarta. Solusi tersebut yakni modifikasi cuaca, berupa pendinginan lapisan di atmosfer agar polutan tidak terperangkap hingga hujan buatan.
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBMTC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Handoko Seto mengatakan musim kemarau berpengaruh besar terhadap kepekatan polutan. "Hujan sangat jarang sehingga atmosfer tidak tercuci oleh air hujan, akibatnya polutan semakin menumpuk," kata dia seperti dikutip Antara, Jumat (2/8).
(Baca: Polusi Udara Jakarta Buruk, Anies dan Jokowi Digugat di Pengadilan)
Lebih jauh, ia menjelaskan, pada musim kemarau, atmosfer bersifat stabil sehingga polutan terperangkap pada lapisan inversi. Agar atmosfer tidak stabil dan polutan tidak terperangkap, langkah yang bisa diambil adalah menebarkan es kering ke lapisan inversi.
"Lapisannya harus kita bongkar dengan modifikasi cuaca. Caranya, kita harus memasukkan, menebarkan bahan-bahan yang sangat dingin, kita bisa gunakan es kering," kata dia.
Proses ini dimulai dengan pengukuran udara untuk menentukan letak lapisan inversi di mana polutan terperangkap, misalnya pada ketinggian 8 ribu kaki. Setelah itu, es kering ditebarkan ke lapisan inversi untuk mendinginkan suhu di lapisan itu.
(Baca: Berlomba Jadi Pionir Bus Listrik, dari Moeldoko hingga Bakrie)
Langkah Ini akan menyebabkan polutan naik ke atas sehingga kepekatan polutan di lapisan itu berkurang. “Ini juga banyak dilakukan oleh negara seperti Thailand, Tiongkok, Korea, dan seterusnya," kata dia.
Jumlah es kering yang ditebar tergantung pada ketebalan lapisan inversi tersebut. Lapisan inversi sering ditemukan pada ketinggian 8.000 kaki sampai 12.000 kaki. Es kering merupakan bentuk padat dari karbondioksida yang biasanya digunakan sebagai pendingin.
Di sisi lain, Ketua Komisi D Dewan perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Imam Satria meminta Anies untuk mempertimbangkan hujan buatan. Opsi tersebut pernah diajukan pada pertengahan Juli lalu. “Kalau rencana hujan buatan sah saja kita support-lah untuk menangkal kemarau yang begini panjang supaya udara itu tidak terlalu polusi," kata Imam seperti dikutip Antara.