Balas Serangan Biodisel Eropa, Mendag Usul Pengenaan Tarif 25% Susu
Upaya Uni Eropa menjegal produk biodiesel Indonesia dengan pengenaan tarif bea masuk anti-subsidi sebesar 8-18% akan menuai balasan. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akan mengusulkan pengenaan tarif produk olahan susu (dairy products ) Uni Eropa sebesar 20-25% untuk merespons tindakan Uni Eropa.
"Kami segerra kirim tim tarif, tapi liat perkembangannya dulu. Saya bilang, 20-25% (tarifnya)," kata dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (9/8).
Tak hanya itu, Enggar juga meminta importir produk susu olahan (dairy products) untuk mencari pemasok selain Eropa. Misalnya, Australia, India, New Zealand, atau Amerika Serikat.
(Baca: Uni Eropa Diskriminatif, Pemerintah Cari Pasar Ekspor Sawit ke Afrika)
Menurutnya, pengenaan tarif tidak akan langsung dilakukan dalam waktu dekat agar tidak menimbulkan kekagetan bagi importir. Namun, rencana tersebut menurutnya telah dibicarakan kepada para importir bisa melakukan persiapan.
Enggar juga mengatakan bahwa telah bertemu dengan Menteri Perdagangan Uni Eropa untuk membahas parameter keadilan. Dia pun berpesan kepada Uni Eropa bahwa Indonesia tidak akan diam dalam menghadapi ketidakadilan yang kerap dilakukan Benua Biru.
"Kalau parameter tidak fair, ini merupakan langkah proteksionisme dan trade war. Kami tidak mungkin diam," ujarnya.
Meski begitu, Enggar tidak menyatakan tenggat khusus kapan rencana tarif Eropa diberlakukan.
(Baca: Kemendag Bantah Tuduhan Uni Eropa soal 9 Program Subsidi Biodiesel)
Baru-baru ini, Uni Eropa mengajukan proposal bea masuk anti-subsidi sementara dengan rentang marjin 8-18% untuk biodiesel Indonesia. Uni Eropa menuding pemerintah Indonesia memberikan fasilitas subsidi yang melanggar ketentuan WTO kepada produsen/eksportir biodiesel. Hal ini mempengaruhi harga ekspor biodiesel ke Uni Eropa.
Ekspor minyak sawit dan turunannya yang mencakup CPO, biodiesel dan oleochemical sepanjang semester I 2019 tumbuh 10% menjadi 16,8 juta ton dari semester I tahun sebelumnya 15,30 juta ton.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan, ekspor minyak sawit tak dapat tumbuh optimal kerena diadang gejolak ekonomi global dan hambatan dagang negara mitra. "
Kenaikan volume ekspor ini seharusnya masih bisa digenjot lebih tinggi lagi, akan tetapi karena beberapa hambatan perdagangan membuat kinerja ekspor tidak maksimal," kata Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sardjono lewat keterangan resmi, Rabu (7/8).