IMF: Tiongkok Tidak Memanipulasi Nilai Tukar Yuan

Cindy Mutia Annur
11 Agustus 2019, 17:44
IMF menilai Tiongkok tidak memanipulasi nilai tukar yuan lantaran nilai tukar yuan masih sejalan dengan fundamental ekonomi Tiongkok.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi uang Yuan. IMF menilai Tiongkok tidak memanipulasi nilai tukar yuan lantaran nilai tukar yuan masih sejalan dengan fundamental ekonomi Tiongkok.

International Monetary Fund (IMF) menilai bahwa Tiongkok tidak memanipulasi nilai tukar mata uangnya, yuan. Menurut laporan IMF, nilai tukar yuan masih sejalan dengan fundamental ekonomi Tiongkok. Kendati demikian, IMF mendorong Negeri Panda tersebut untuk menerapkan kebijakan nilai tukar yang lebih fleksibel dan minim intervensi.

Dilansir dari Reuters, Direktur IMF departemen Tiongkok mengatakan bahwa nilai tukar yuan sepanjang 2018 tidak over value ataupun under value secara signifikan. Pandangan tersebut berkebalikan dengan pandangan Amerika Serikat (AS) yang menilai Tiongkok telah memanipulasi nilai yuan.

Akhir pekan lalu nilai tukar yuan menyentuh 7 yuan per dolar AS atau level terendahnya selama 11 tahun terakhir. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin pun berusaha melibatkan IMF untuk membantu 'memperbaiki' keuntungan perdagangan yang diraih Tiongkok dengan melemahkan nilai tukar yuan.

Namun, Daniel menolak untuk mengatakan bagaimana IMF menanggapi permintaan tersebut. "Diskusi kami dengan Departemen Keuangan AS sedang berlangsung tentang berbagai masalah," ujar Daniel, Sabtu (10/8).

(Baca: Perang Mata Uang, Yuan Jadi Senjata Tiongkok Lawan Trump)

Dalam laporannya IMF menilai bahwa meningkatnya ketegangan perang dagang Tiongkok dengan AS dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan keuangan Tiongkok. Sehingga IMF menilai Tiongkok perlu untuk membuat stimulus fiskal baru untuk mengantisipasi gejolak tersebut.

IMF mengatakan jika AS akan mengenakan tarif sebesar 25% terhadap impor Tiongkok ke AS yang tersisa senilai US$ 300 miliar, maka hal ini akan mengurangi pertumbuhan Tiongkok sekitar 0,8% selama 12 bulan kedepan. Penurunan tersebut didorong oleh turunnya permintaan secara tajam dan pengetatan kondisi keuangan.

Daniel mengatakan bahwa kenaikan tarif sebesar 10% yang akan berlaku mulai 1 September 2019, dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 0,3%. Padahal, ekonomi Tiongkok telah mencatatkan laju pertumbuhan terlambatnya selama hampir 30 tahun dengan hanya tumbuh 6,2% pada kuartal II 2019.

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...