RI dan Malaysia Bidik Perjanjian Dagang Lintas Batas Beres Akhir 2019
Indonesia dan Malaysia baru saja merampungkan perundingan putaran keenam untuk peninjauan kembali Perjanjian Perdagangan Lintas Batas (Border Trade Agreement/BTA) 1970. Perundingan digelar di Penang, Malaysia pada 15-16 Agustus 2019.
Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini mengatakan peninjauan kembali perlu dilakukan sebab BTA 1970 tidak cukup mengakomodasi aktivitas perdagangan di perbatasan Indonesia dan Malaysia.
"Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk segera menyelesaikan proses peninjauan," kata Made seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (20/8). Harapannya, perundingan selesai pada putaran ketujuh yang akan digelar akhir 2019 di Indonesia.
(Baca: Genjot Ekspor, Kemendag Kejar Penyelesaian 11 Perjanjian Dagang)
Dalam perundingan di Penang, Delegasi Indonesia (Delri) dipimpin oleh Made, sedangkan Malaysia oleh Direktur Senior Integrasi Ekonomi ASEAN Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional Mohd. Zahid Abdullah.
Delri terdiri dari perwakilan Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Atase Perdagangan Kuala Lumpur, serta Fungsi Ekonomi Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Penang.
Adapun pertukaran dokumen lampiran BTA dilakukan sebelum perundingan. Lampiran tersebut berisi daftar produk kebutuhan masyarakat perbatasan yang perlu mendapatkan perlakuan khusus dari BTA.
Selain itu, lampiran memuat daftar titik wilayah kecamatan di daerah perbatasan yang ditunjuk sebagai pintu keluar dan masuk masyarakat perbatasan untuk kegiatan perdagangan perbatasan.
Kedua negara berhasil menyepakati sebagian besar draf teks perjanjian. Kedua negara juga sepakat segera menyelesaikan daftar produk yang dibutuhkan masyarakat perbatasan kedua negara.
Sedangkan, titik keluar dan masuk perbatasan masih menunggu hasil perundingan Border Crossing Agreement Indonesia-Malaysia yang saat ini dalam tahap finalisasi draf teks.
Made berharap perjanjian ini akan membuka akses masyarakat terhadap kebutuhan pokok yang lebih terjangkau.