Penerimaan Pajak Hingga Juli 2019 Hanya Tumbuh 2,68%
Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Juli 2019 mencapai Rp 705,59 triliun, hanya naik 2,68% secara tahunan. Realisasi tersebut juga baru mencapai 44,73% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
"Penerimaan pajak tumbuh terbatas pada level 2,68%," ucap Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (26/8).
Ia menjelaskan terdapat empat hambatan yang menyebabkan penerimaan pajak tumbuh terbatas. Pertama, tingginya restitusi (pengembalian pembayaran pajak) yang tumbuh mencapai 29,78% dibanding periode yang sama tahun lalu. Kedua, moderasi harga komoditas di pasar global sehingga menyebabkan pertumbuhan PPh Migas turun 1,84% dan voluntary payment/effort sektor tambang serta sawit turun 10,11%.
Ketiga, normalisasi aktivitas impor yang berdampak pada penurunan PPh/PPN impor sebesar 3,58%. Keempat, adanya perlambatan sektor manufaktur yang tercermin dari indeks Purchasing Managers Index (PMI) di level 49,6.
(Baca: Tertekan Ekonomi Global, Defisit APBN Juli 2019 Capai Rp 184 Triliun)
Berdasarkan data APBN Kita, pertumbuhan pajak hingga Juli masih ditopang oleh Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas yang masih tumbuh 5,27% menjadi Rp 404,67 triliun. Kontributor utama kenaikan jenis pajak tersebut terutama berasal dari jenis pajak PPh Pasal 21, yang tumbuh mencapai 12,31 persen.
Sementara, jenis pajak lainnya yang juga tumbuh dua digit adalah PPh Pasal 25/29 orang pribadi. Hingga Juli, kinerjanya cukup menggembirakan yakni tumbuh 15,90% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kementerian Keuangan menjelaskan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi merupakan salah satu jenis pajak yang mengalami peningkatan kinerja akibat perluasan basis pembayar pajak usai program amnesti pajak.
Jenis PPh Nonmigas lain yang juga tumbuh cukup sehat adalah PPh Pasal 22 dan PPh Final. PPh Pasal 22 tumbuh 8,07% didorong sektor ketenagalistrikan, sedangkan PPh Final tumbuh 4,52% ditopang sektor jasa Keuangan & Asuransi sebagai kontributor utama.
(Baca: Sri Mulyani Sindir Bank Tarik Komisi Lebih Tinggi Dibanding Fintech)
Di sisi lain, PPh Pasal 25/29 badan tumbuh 0,94%, melambat dibandingkan kinerja tahun lalu. Hal ini disebabkan tingginya restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak) serta perlambatan pertumbuhan laba korporasi 2018 secara umum. Apabila restitusi dikeluarkan dari perhitungan, PPh Pasal 25/29 secara bruto sebenarnya tumbuh 3,09 persen.
Lebih jauh, efek peningkatan restitusi paling dirasakan oleh jenis pajak PPN Dalam Negeri (PPNDN) yang turun 4,68 persen, meski secara bruto tumbuh 4,77 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai kinerja PPNDN dan PPN impor pada Juli 2019 mengalami penurunan akibat kondisi global yang sedang mengalami ketidakpastian. Adapun PPN Impor tercatat turun 4,52 persen seiring nilai impor pada paruh pertama tahun ini yang turun 7,63% dibanding periode yang sama tahun lalu.
"PPN impor yang mengalami negatif dan PPN DN itu menjadi tanda kewaspadaan terhadap global," ucap dia.
Oleh karena itu, ia menilai perluasan basis pembayar pajak harus didorong. Hal ini ditujukan agar penerimaan pajak bisa lebih stabil.