Terlalu Banyak Insentif Pajak, Utang Pemerintah Terancam Bengkak

Agatha Olivia Victoria
4 September 2019, 20:11
rupiah, pajak, penerimaan negara, utang
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Ekonom menilai penerimaan pajak berpotensi turun dalam beberapa tahun ke depan, seiring banyaknya insentif serta rencana penurunan tarif pajak.

Penerimaan pajak berpotensi turun dalam beberapa tahun ke depan, seiring banyaknya insentif serta rencana penurunan tarif pajak. Akibatnya, defisit Anggaran dan Pendapatan Negara (APBN) dan utang pemerintah berpotensi kian membengkak.

Pemerintah, mengucurkan insentif berupa tax holiday, tax allowance,  serta super deduction tax untuk pengembangan vokasi, penelitian, dan industri padat karya. Selain itu, Kementerian Keuangan juga tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Perpajakan, yang antara lain memuat penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 20% secara bertahap mulai 2021

RUU Perpajakan tersebut juga akan menghapus Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen untuk seluruh kepemilikan saham. Saat ini, hanya pemegang saham di atas 25% yang tak dikenakan pajak tersebut.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai penurunan tarif PPh badan, penghapusan PPh atas dividen, serta beragam insentif lainnya dapat membuat penerimaan negara, terutama yang berasal dari pajak menurun dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, kondisi ekonomi global masih akan menghadapi ketidakpastian. 

"Kondisi ekonomi global kemungkinan akan mengalami perlambatan, perang dagang hingga kini belum jelas nasibnya. Dengan situasi tersebut, sulit untuk meningkatkan penerimaan. Dampaknya, defisit APBN dan utang bisa meningkat," ujar Bhima kepada Katadata.co.id, Rabu (4/9). 

(Baca: Godok RUU Perpajakan, Sri Mulyani Siapkan Insentif dan Tarif PPh)

Menurut dia, dampak insentif pajak terhadap perekonomian sendiri membutuhkan waktu paling cepat 3-5 tahun. Apalagi, kondisi perekonomian global saat ini tak mendukung investor untuk meningkatkan investasi.

"Ada insentif pajak tak serta merta membuat investor ingin investasi, mereka juga melihat situasi ekonomi. Apalagi, jika perizinan dan regulasi masih berbelit. Mungkin bukan insentif pajak yang dibutuhkan pengusaha," ungkap dia. 

Ia mencontohkan, pada tahun lalu belanja pajak pemerintah untuk memberikan stimulus ekonomi melalui insentif mencapai Rp 221 triliun. Namun, pertumbuhan ekonomi tahun lalu masih berada di kisaran 5%. 

Penerimaan negara yang hilang dari insentif pajak akhirnya tak bisa ditutup dengan peningkatan investasi seperti harapan pemerintah.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...