Bambang Irianto, Pejabat Karier Pertamina yang Berakhir Jadi Tersangka

Image title
10 September 2019, 20:05
Pertamina, KPK, Mafia Migas
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi, gedung Pertamina di kawasan Jakarta Pusat (09/08). Pejabat Pertamina, Bambang Irianto, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mafia migas.

Nama Bambang Irianto kembali terdengar ketika ditetapkan sebagai tersangka mafia migas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (10/9). Nama Bambang sempat muncul ke ranah publik pada 2014 ketika Tim Reformasi Tata Kelola Migas melakukan investigasi Pertamina Energy Trading Ltd. yang terkenal dengan Petral dalam kaitannya dengan mafia migas.

Kala itu, Bambang Irianto menjabat sebagai Direktur Utama Petral sebelum digantikan oleh Totok Nugroho pada 2015. Padahal, Bambang tercatat sudah pensiun sejak 2014.

Gaji bos Petral kala itu dipatok sebesar 44.000 dolar Singapura. Sedangkan uang pensiun sebesar 1,19 juta dolar Singapura.

Sebelum menjabat sebagai Bos Petral, Bambang meniti karier di Pertamina. Pada 2008, Bambang tercatat bekerja di Pertamina Pusat.

Kemudian pada 6 Mei 2009, Bambang menduduki posisi Vice President (VP) Marketing Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES). Karier Bambang terus melesat di tahun yang sama, dia berhasil mendapat promosi menjadi Managing Director PES hingga 2013. Sampai akhirnya menduduki posisi Bos Petral hingga 2015.

(Baca: Faisal Basri Tuding Kementerian BUMN Sumber Masalah di Pertamina)

Petral merupakan anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura. Perusahaan tersebut dibekukan sejak Mei 2015 lalu.

Keputusan tersebut merupakan hasil rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Tim yang dikomandoi Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri itu menemukan beberapa kejanggalan dalam tender yang dilakukan Petral.

Sedangkan dari hasil audit Petral dari Januari 2012 hingga Mei 2015, hanya menemukan penyimpangan dalam proses operasional perusahaan. Masalah bermula dari perubahan kebijakan pimpinan Pertamina pada 2012 yang menetapkan pembelian minyak mentah dan produk minyak secara langsung dari perusahaan migas nasional (NOC) dan pemilik kilang.

Kebijakan itu menimbulkan potensi inefisiensi dari sisi nilai dan volume. Potensi inefisiensi terjadi karena penambahan rantai suplai sehingga harga menjadi lebih mahal.

Selain nama Bambang, ada juga empat nama lainnya yang sempat disebut dalam investigasi kasus Petral, yakni Agus Bahtiar, Mulyono, Khairul Rahmat, dan Tafkir. Keempat orang tersebut memegang jabatan sebagai manajer di Petral.

(Baca: Hasil Audit Petral, Empat Karyawan Akan Dilaporkan ke KPK)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...