Bank Dunia Soroti Bumiputera & Jiwasraya, Asosiasi Asuransi Buka Suara
Bank Dunia menilai perlu ada penanganan cepat atas kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera dan Asuransi Jiwasraya. Sebab, hal ini terkait dengan kredibilitas sistem keuangan Indonesia. Pernyataan Bank Dunia tersebut ditanggapi berbeda Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).
Di satu sisi, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon penanganan cepat memang perlu dilakukan. Apalagi, masalah ini sudah disinggung Bank Dunia. Menurut dia, bila tidak cepat diselesaikan masalah tersebut bisa menjadi masalah besar.
Ia menjelaskan, modal utama bisnis asuransi adalah kepercayaan publik (trust). "Ketika ada anggota AAJI yang berkasus, kami khawatir kepercayaan itu terpengaruh, bukan hanya kepada dua perusahaan itu tapi lebih luas lagi," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (11/9).
(Baca: Bank Dunia Soroti Kasus Gagal Bayar AJB Bumiputera dan Jiwasraya)
Ia menyatakan sudah beberapa kali bertemu dengan manajemen kedua perusahaan dan mengingatkan soal masalah tersebut. Ia berharap kedua perusahaan bisa menemukan solusi. Yang jelas, solusi harus mengutamakan kepentingan pemegang polis.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyesalkan tindakan bank dunia yang sembarang mengomentari kasus gagal bayar ini. Pasalnya, menurut dia, belum ada pertemuan antara Bank Dunia, Otoritas Jasa Keuangan, dan AAJI guna membahas masalah ini.
"Saya pikir perlu mestinya bank dunia tidak hanya merekomendasikan pengawasan, tapi memberi solusi," kata dia.
(Baca: Pendapatan Premi Asuransi Jiwa Turun 3,6% pada Kuartal II 2019)
Lebih lanjut, ia meminta masyarakat agar tidak khawatir dengan masalah ini. Apalagi, salah satu perusahaan asuransi yang dirundung masalah adalah Jiwasraya yang merupakan badan usaha milik negara. Ia meyakini pemerintah pasti akan bertanggungjawab.
Sebelumnya, dalam paparannya yang bertajuk "Risiko Ekonomi Global dan Implikasinya terhadap Indonesia", Bank Dunia menyatakan kedua perusahaan belum juga mampu memenuhi kewajibannya. “Perusahaan bisa saja menjadi tidak likuid dan membutuhkan perhatian segera,” kata dia.
Bank Dunia menyarankan analisis mendetail tentang gap aktuaria yang terjadi di perusahaan, dan melakukan langkah pemulihan serta resolusi berdasarkan analisis tersebut.