YLBHI Sebut Banyak Orang Bakal Masuk Penjara Jika RKUHP Disahkan
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) berpotensi membuat banyak orang masuk penjara lantaran saling melaporkan jika benar-benar disahkan. RKUHP yang diminta Presiden Joko Widodo untuk ditunda pembahasannya ini, dinilai terlalu banyak masuk dalam ruang pribadi warga negara.
Ketua YBLHI Asfinawati menjelaskan RKUHP seharusnya tak mengatur moralitas individual dan masuk terlalu jauh dalam ruang-ruang pribadi warga negara. Hal ini, menurut dia, berpotensi menimbulkan ketidaktentraman karena bisa berujung aksi saling lapor antara masyarakat.
Selain itu, ia juga menekankan agar demokrasi tak dipertaruhkan dalam RKUP. Menurut dia, tidak boleh ada pasal-pasal yang mengekang kemerdekaan berpendapat, atau mencoba mempidanakan orang yang memberikan kritik kepada pemerintah.
"Pemerintah, pejabat publik, dan presiden itu bukan individual. Mereka lembaga yang dibiberikan wewenang besar, karena itu juga harus mampu dikontrol oleh masyarakat," ujar Asfinawati di Jakarta, Sabtu (21/9).
(Baca: Di Revisi KUHP, Pasangan Kumpul Kebo Terancam Pidana 6 Bulan)
Sejumlah pasal dalam RKUHP dinilai banyak pihak masuk terlalu jauh dalam ruang pribadi warga negara. Salah satunya, pasal-pasal terkait hubungan seks di luar negeri. Laki-laki dan perempuan yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau melakukan hubungan seks di luar nikah (zina) dijerat dengan pasal 417 dan 419.
Orang yang berzina bukan dengan pasangan sah menikah dipidana penjara satu tahun. Bagi pasangan yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau kohabitasi dipidana enam bulan.
Asfinawati juga menilai banyak pasal dalam RKUHP yang menganggu kebebasan sipil, berpendapat, dan beragama. Kebebasan pers juga terkekang oleh sejumlah pasal, seperti larangan merekam persidangan berlangsung, larangan menghina presiden, dan makar.
"Ini menghalang-halangi kebebasan sipil. Sejak 1998 Indonesia memilih jalur Hak Asasi Manusia, demokrasi," kata dia. .
(Baca: Rancangan KUHP yang Akan Disahkan DPR Bertabur Pasal Kontroversial)
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah menyepakati Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bakal disahkan menjadi undang-undang (UU) dalam Rapat Paripurna. Pengesahan RKUHP rencananya dijadwalkan pada Selasa (24/9) mendatang meski sejumlah pihak mengkritik dan meminta penundaan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan RKUHP telah digodok empat tahun dan perlu disahkan segera. Dia mengatakan jika tidak diputuskan maka Indonesia akan terus menggunakan produk hukum kolonial. "Kalau ngotot terus, tidak akan selesai," kata Yasonna usai rapat kerja RKUHP di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/9) malam.
Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Jokowi melihat masih ada pasal-pasal yang perlu ditinjau ulang dalam draf acuan hukum pidana terbaru itu.
Oleh arena itu, dia memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kumham) Yasonna Laoly menyampaikan sikap pemerintah ke Dewan. Pembahasan akan dilakukan oleh anggota DPR periode 2019-2024 mendatang. “Kurang lebih 14 pasal yang akan dikoordinasikan dengan DPR,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Jumat (20/9).