DPR Masih Pertimbangkan Tunda Pengesahan RUU KUHP

Pingit Aria
22 September 2019, 14:31
Warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menabur bunga di kantor KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Aksi tersebut sebagai wujud rasa berduka terhadap pihak-pihak yang diduga telah melemahkan KPK dengan terpilihnya pimpinan KPK yang b
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menabur bunga di kantor KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Aksi tersebut sebagai wujud rasa berduka terhadap pihak-pihak yang diduga telah melemahkan KPK dengan terpilihnya pimpinan KPK yang baru serta revisi UU KPK.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mempertimbangkan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Pengesahan RUU KUHP semula dijadwalkan pada Sidang Paripurna yang telah dijadwalkan pada Selasa (24/9) mendatang.

“Penundaan dilakukan selain mendengarkan permintaan pemerintah juga sebagai bukti bahwa DPR mendengar dan memperhatikan kehendak masyarakat yang menghendaki RUU KUHP ditunda pengesahannya,” kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo melalui siaran pers, Sabtu (21/9).

Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo, juga akan membahas hal ini dengan para pimpinan fraksi. “Saya sendiri sudah berbicara dengan beberapa pimpinan fraksi di DPR untuk membahas penundaan itu pada Senin (23/9) mendatang dalam rapat Badan Musyawarah atau Bamus,” ujarnya.

Menurut Bamsoet, jika pada rapat itu para pimpinan fraksi setuju menunda, maka akan ada pembahasan kembali pasal-pasal yang dianggap masyarakat masih kontroversial. Kemudian, hasilnya akan disosialisasikan ke masyarakat.

(Baca: DPR Kejar Tayang RUU Kontroversial, Ketidakpastian Investasi Membesar)

“Sebagai pimpinan DPR, kemarin kami sudah menerima masukan dari perwakilan adik-adik mahasiswa yang berdemo di depan DPR terkait penyempurnaan RUU KUHP. Masih ada beberapa pasal yang dinilai kontroversial,” katanya.

Beberapa pasal yang dianggap kontroversial antara lain pasal yang mengatur soal kumpul kebo, kebebasan pers, dan penghinaan terhadap kepala negara.

Menurutnya, tidak mudah untuk memiliki buku induk atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana sendiri menggantikan KUHP kolonial peninggalan Belanda. “Saya bisa merasakan tekanannya yang luar biasa,” ujarnya.

Ia menyebut, dalam pembahasan RUU KUHP, ada tekanan terkait masalah LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender). Beberapa negara disebutnya menginginkan agar taka da penolakan terhadap LGBT. “Setidaknya ada 14 perwakilan negara-negara Eropa termasuk negara besar tetangga kita,” ujarnya.

(Baca: Foto: Berarak Menolak Revisi Undang-undang yang Kontroversial)

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta agar pembahasan RUU KUHP itu ditunda. “Saya telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM selaku wakil pemerintah untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI yaitu, agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini,” kata Presiden dalam konperensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (20/9) siang.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...