Gaduh di Dalam Negeri dan Kenaikan Harga Minyak Picu Pelemahan Rupiah
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (23/9) sore melemah 0,21% atau 30 poin dibanding penutupan Jumat sore (20/9). Rupiah pun bertengger di level Rp 14.085 per dolar AS.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai pelaku pasar saat ini merasa tidak nyaman dengan situasi di Indonesia. "Kegaduhan di Wamena menjadikan pelaku pasar memutuskan keluar dari Indonesia sembari menunggu situasi kondusif," kata Ibrahim kepada Katadata.co.id, Senin (23/9).
Situasi di Wamena, Papua, pada Senin (23/9) pagi kembali ricuh karena aksi massa berlangsung anarkis hingga sejumlah bangunan dibakar. Bahkan otoritas setempat telah menutup Bandara Wamena sejak pukul 10.30 WIT untuk mengantisipasi keamanan.
Selain ricuh di Wamena, Ibrahim menilai kebakaran lahan di kepulauan Riau yang sudah menyebar ke Jambi menjadi batu sandungan pemerintah. Kebakaran hutan dan lahan pun membawa sentimen negatif bagi rupiah.
(Baca: Spekulasi Negosiasi Dagang AS - Tiongkok Berkembang, Rupiah Melemah)
Tak hanya itu, pelemahan rupiah juga dipicu oleh harga minyak mentah yang kembali menguat karena situasi Timur Tengah yang semakin panas pasca serangan terhadap kilang minyak Saudi Aramco. Serangan tersebut berbuntut panjang dan bisa menyulut Perang Teluk Jilid III.
Kenaikan harga minyak mengakibatkan biaya impor minyak lebih mahal. Apalagi Indonesia sudah menjadi negara net importir minyak karena produksi dalam negeri tak kunjung memadai.
Dampak kenaikan harga minyak akan membuat beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan semakin berat. "Neraca perdagangan dan transaksi berjalan yang defisit semakin dalam tentu membuat rupiah kian rentan melemah," ujar Ibrahim.
(Baca: Tensi Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Hari Ini Naik Lebih dari 1%)
Dari sisi eksternal, Ibrahim menyebutkan penguatan indeks dolar AS turut menjatuhkan rupiah hari ini. Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS naik 0,24% ke level 98,75.
Menurut ia, penguatan indeks dolar AS disebabkan oleh pembatalan kunjungan Tiongkok ke lahan pertanian AS. Pembatalan tersebut merupakan imbas dari keputusan Donald Trump yang menolak perjanjian perdagangan secara parsial dengan Tiongkok.
"Kini, pelaku pasar mulai mempertanyakan potensi dicapainya kesepakatan dagang dalam waktu dekat," ucap dia.
Selain itu, pelaku pasar menunggu pidato Presiden Fed New York John Williams, Presiden Fed St Louis James Bullard, dan Presiden Fed Chicago Charles Evans pada minggu ini. Pelaku pasar berspekulasi pidato ketiga orang tersebut akan menunjuk perpecahan yang tumbuh di antara para pejabat mengenai arah kebijakan moneter Amerika Serikat di masa depan.
Pada esok hari, rupiah kemugkinan masih akan melemah di picu data eksternal yang masih belum kondusif. Ibrahim memproyeksikan rupiah akan berada di antara Rp 14.040 - Rp 14.105 per dolar AS pada perdagangan besok.
(Baca: Peluang Indonesia Peroleh Untung dari Perang Dagang AS-Tiongkok)