OJK: Inklusi Keuangan Meningkat Pesat Meski Belum Capai Target 75%
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa tingkat inklusi keuangan di Indonesia diperkirakan belum dapat mencapai target pemerintah sebesar 75% tahun ini meskipun telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dibandingkan negara-negara lain di Asia Pasifik dalam beberapa tahun terakhir.
Data Bank Dunia mencatat, tingkat inklusi keuangan di Indonesia berkembang pesat hingga mencapai 49% pada 2017. Namun Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menyebutkan, menurut estimasi OJK, tingkat inklusi keuangan nasional tahun ini hanya akan mencapai 65%. Salah satu kendala dalam mencapai target tersebut adalah dari segi infrastruktur.
"Sekitar 65% penduduk Indonesia telah terhubung ke internet. Namun, belum tentu mereka terkoneksi ke layanan keuangan. Jadi, kami ingin bisa meningkatkan akses mereka terhadap layanan tersebut," ujarnya di acara Fintech Summit di JCC, Jakarta, Selasa (24/9).
Dia menjelaskan, OJK selama ini telah berupaya untuk mendorong inklusi keuangan di Indonesia, yakni melalui berbagai program seperti Layanan Keuangan Tanpa Kantor untuk Keuangan Inklusif (Laku Pandai) serta mendorong komunitas-komunitas agen untuk menanggung atau melakukan pinjaman, dan sebagainya.
(Baca: Ada Fintech, BI Optimistis Inklusi Keuangan Capai Target 75% Tahun Ini)
"Pemerintah ingin mendorong inklusi keuangan agar bisa menjangkau peluang bagi para institusi atau pelaku usaha agar mereka bisa mendorong inovasi keuangan digital, khususnya melalui fintech," ujarnya.
Nurhaida menjelaskan, hingga saat ini Indonesia telah memiliki lebih dari 200 perusahaan fintech yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sedangkan tahun 2016, jumlah fintech di Indonesia masih di bawah 100 perusahaan. "Jadi ini sangat menarik, peluang fintech ini terus berkembang di Tanah Air," ujarnya.
Fintech Sasar Pelaku UMKM
OJK bakal mendorong inklusi keuangan dalam dua hal, yakni untuk menabung dan mendorong pinjaman modal usaha, khususnya bagi para pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM). "Agar mereka juga bisa menggunakan modal usaha itu untuk meningkatkan pendapatan mereka," ujarnya.
Pasalnya, menurut dia, lembaga keuangan formal saat ini hanya dapat menembus 20% dari UMKM. Data OJK pun menunjukkan, dari 59 juta pelaku UMKM di Indonesia, baru sekitar 12% dari merekayang memiliki akses ke layanan pinjaman karena minimnya akses yang mereka miliki.
(Baca: Menteri Darmin: Fintech di Indonesia Hadapi Empat Tantangan)
Padahal, UMKM berkontribusi hingga 60% terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Namun perusahaan fintech lending dapat memfokuskan hingga 80% pinjamannya kepada pelaku UMKM.