Menteri Agraria Tuding Pengkritik Tak Paham Soal RUU Pertanahan

Dimas Jarot Bayu
26 September 2019, 07:07
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menilai, pihak-pihak yang mengkritik RUU Pertanahan tak paham mengenai isi aturan tersebut.
Katadata | Arief Kamaludin
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menilai, pihak-pihak yang mengkritik RUU Pertanahan tak paham mengenai isi aturan tersebut.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menilai, pihak-pihak yang mengkritik Rancangan Undang-Undang atau RUU Pertanahan tak paham mengenai isi aturan tersebut. Sebab, menurutnya hal-hal yang dipersoalkan tidak tepat.

“Sebenarnya yang kritik itu umumnya karena tidak mengerti masalahnya,” kata Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9).

Advertisement

Sofyan mencontohkan, kritik bahwa RUU Pertanahan akan memunculkan konsep domein verklaring. Domein verklaring merupakan konsep yang menyatakan bahwa tanah yang tidak bisa dibuktikkan legalitasnya, secara otomatis akan menjadi milik negara.

Meski tidak secara eksplisit, konsep domein verklaring dianggap muncul di Pasal 37 draf RUU Pertanahan per 9 September 2019. Dalam pasal tersebut dijelaskan mengenai kewajiban permohonan perpanjangan lima tahun sebelum hak atas tanah berakhir.

(Baca: RUU Pertanahan yang Penuh Pasal-Pasal Kontroversial)

Jika waktu perpanjangan hak atas tanah berakhir, statusnya kembali menjadi dikuasai langsung oleh negara. Pengaturan, penggunaan dan pemanfaatan tanah selanjutnya menjadi kewenangan menteri.

Sofyan berdalih isi pasal tersebut tak seperti konsep domein verklaring. Lagipula, dia menilai konsep tersebut tak mungkin dipakai lagi karena peninggalan zaman kolonial.

“Itu yang disalahartikan atau sengaja mislead untuk menolak UU ini,” kata Sofyan. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci perihal maksud dari pasal 37 tersebut.

Kritik lainnya terkait dengan munculnya poin Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dalam RUU Pertanahan. Poin mengenai HPL termaktub dalam Pasal 42-45.

Poin HPL ini baru muncul dalam RUU Pertanahan. Hal ini tidak diatur di regulasi sebelumnya, yakni UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). 

Poin HPL dikritik karena berkaitan dengan hak menguasai negara atau domein verklaring. Selain itu, ketentuan HPL dalam RUU Pertanahan dianggap berbahaya karena kewenangannya begitu kuat.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement