Sempat Turun Karena Stok AS di Luar Dugaan, Harga Minyak Naik Tipis
Harga minyak mentah dunia turun lebih dari 1% pada perdagangan kemarin (25/6). Namun, harganya naik tipis pada pembukaan perdagangan Kamis (26/9), waktu Indonesia.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak berjangka jenis Brent turun 1,1% menjadi US$ 62,39 per barel pada penutupan kemarin. Harganya naik 0,22% menjadi US$ 62,53 pada pukul 08.30 PM EDT atau 7.30 WIB hari ini.
Sedangkan, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) merosot 1,4% menjadi US$ 56,49 per barel pada penutupan kemarin. Harganya pun naik 0,25% menjadi US$ 56,63 per barel pada pukul 08.33 PM EDT atau 7.33 WIB hari ini.
Harga minyak memang sempat turun kemarin. Sebab, data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) naik 2,4 juta barel pada pekan lalu. Hal ini berbanding terbalik dengan perkiraan analis, yang memprediksi pasokan AS bakal turun 249 ribu barel.
(Baca: Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah Sejak Kilang Arab Saudi Diserang)
Selain itu, pasar khawatir permintaan minyak dari AS bakal turun. Kekhawatiran itu muncul sebab Presiden AS Donald Trump menyampaikan hal-hal yang bisa memicu perang dagang kembali dengan Tiongkok.
Sebagaimana diketahui, Tiongkok merupakan importir minyak terbesar di dunia dan konsumen minyak mentah terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
"Penurunan (harga minyak) ini terkait dengan minimnya kemajuan atas diskusi terkait perdagangan antara AS dan Tiongkok. Lalu, ada penyelidikan soal pemakzulan (Trump) yang tampaknya bakal mengurangi daya tarik aset berisiko," kata Presiden Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (26/9). “(Namun) Ada beberapa data bearish (penguatan).”
Selain itu, ada sentiment negatif lainnya yang bisa menurunkan harga minyak yakni produksi di Arab Saudi. Sumber Reuters mengatakan, pemerintah Arab Saudi berupaya mengembalikan kapasitas produksinya menjadi 11,3 juta barel per hari.
Pemulihan tersebut lebih cepat dari yang diperkirakan analis. Hal ini terkait dengan serangan terhadap kilang Saudi Aramco pada 14 September lalu, yang berdampak pada setengah produksi minyak.
(Baca: Upaya Pemakzulan Presiden Trump Dimulai, Parlemen AS Gelar Investigasi)