Polisi Dinilai Tak Transparan dalam Menangani Demonstrasi Mahasiswa

Dimas Jarot Bayu
28 September 2019, 08:41
Beberapa lembaga nirlaba minta polisi transparan dan akuntabel dalam menangani demonstrasi mahasiswa
ANTARA FOTO/JOJON
Ilustrasi, sejumlah mahasiswa duduk di depan ruang gawat darurat RS Ismoyo Kendari saat menanti jenazah rekannya yang tewas tertembak di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019). Beberapa lembaga nirlaba minta polisi transparan dan akuntabel dalam menangani demonstrasi mahasiswa.

Beberapa lembaga nirlaba yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi menilai polisi tak transparan dan akuntabel dalam menangani demonstrasi di depan gedung DPR, Jakarta pada 24-25 September 2019 lalu. Sebab, mereka menilai ada banyak persoalan prosedural yang dilakukan polisi, terutama ketika menangkap mahasiwa.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengatakan, salah satu contoh persoalan tersebut adalah polisi yang menahan mahasiswa lebih dari 1x24 jam usai ditangkap. Penahanan para demonstran itu pun tanpa status hukum yang jelas.

Padahal berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seseorang yang ditangkap oleh polisi wajib dilepaskan dalam kurun waktu 1x24 jam jika hanya berstatus sebagai saksi. Jika ditahan lebih lama dari itu, polisi harus menaikkan status mereka sebagai tersangka.

"Persoalannya sampai 26 September 2019 malam, ketika memantau informasinya, status teman-teman di dalam itu belum jelas," kata Arif di kantornya, Jakarta, Jumat (27/9).

Arif juga mempersoalkan pola penangkapan terhadap para demonstran. Ia menilai, polisi menangkap demonstran secara acak. Alhasil, pihak-pihak yang tak terlibat kericuhan pun ditangkap.

(Baca: Demonstrasi di Kendari Berakhir Ricuh, Satu Mahasiswa Meninggal)

Salah satu contohnya, anggota Palang Merah Indonesia (PMI) ditangkap polisi saat kericuhan demonstrasi. Padahal, mereka tidak bersalah dalam peristiwa tersebut. "Proses penangkapan bukan karena ada bukti awal. Ada semacam penyisiran," kata Arif.

Persoalan lainnya, polisi tidak terbuka atas informasi mengenai mahasiswa yang ditangkap saat demonstrasi. Padahal, akses informasi terkait identitas dan status hukum para mahasiwa itu penting. 

Tanpa adanya informasi tersebut, pihak keluarga kesulitan untuk bisa bertemu mahasiswa. Padahal dalam KUHAP, seseorang yang ditangkap berhak untuk bertemu keluarganya. "Keluarga ketika bertanya kepada Kepolisian Polda Metro Jaya juga tidak dapat akses untuk bertemu," kata Arif.

Koordinator Advokasi dan Penanganan Kasus LBH Masyarakat Afif Abdul Qoyim juga mengaku sulit memberikan akses bantuan hukum terhadap para mahasiswa yang ditangkap. Padahal, mengacu pada KUHAP, seseorang yang ditangkap berhak mendapatkan bantuan hukum. "Kami menyayangkan minimnya akses bantuan hukum terhadap mereka," kata dia.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...