Ada Temuan Bakteri dan Virus, Kemendag Akan Musnahkan Impor Baju Bekas
Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga Kementerian Perdagangan (Kemendag) Veri Angrrijono mengatakan, pihaknya akan memusnahkan impor baju bekas. Ini sejalan dengan ditemukannya bakteri dan virus pada produk impor baju bekas tersebut melalui hasil uji lab.
"Itu betul-betul mengandung bakteri dan virus. Ke depan, kami lihat situasi yang kondusif untuk melakukan pemusnahan," kata dia di Batu, Malang, Jawa Timur Kamis (4/10).
Veri mengatakan, larangan tersebut dilakukan untuk mencegah adanya penularan penyakit. Menurutnya, impor baju bekas sebagian besar berasal dari negara tetangga.
Impor tersebut sebagian besar masuk melalui Sumatera, yaitu di kawasan Tembilahan,Riau dan Tanjung Balai, Sumatera Utara.
(Baca: KPPI Temukan Lonjakan Impor Produk Tekstil dari Tiongkok)
Upaya pencegahan impor baju bekas juga telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Selain itu, impor pakaian bekas dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.
Penjualan pakaian bekas impor bisa dikenakan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Pasal 8 ayat (2) UUPK juga menyebut pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Sedangkan pada UU Perdagangan, pelaku usaha dapat dikenakan Pasal 35 ayat (1) huruf d, Pasal 36, dan Pasal 47 ayat (1), menyebutkan pemerintah menetapkan larangan perdagangan pakaian bekas impor untuk kepentingan nasional dengan alasan melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup. Sehingga setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru.
(Baca: KEIN Sebut Impor Pakaian Bekas Dapat Mematikan Industri Tekstil)
Dampak negatif pakaian bekas juga sebelumnya diungkap Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta. Tak hanya bagi konsumen, hal ini juga berdampak negatif bagi industri, serta dapat mematikan industri kecil menengah (IKM).
Sebab, produk impor tersebut bisa dijual dengan harga yang serupa dengan produk IKM atau bahkan lebih rendah. "Ini menyangkut hidup dan mati Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam tekstil," kata Arif.
Tidak hanya itu, konveksi kecil dan penjahit lokal akan bersaing ketat dengan produk impor. Padahal, mereka juga tengah bersaing dengan pasar tradisional yang sudah dikenal masyarakat, seperti Pasar Tanah Abang.
Sementara dari sisi konsumen, menurutnya juga akan dirugikan dengan adanya impor pakaian bekas. Sebab, kualitas pakaian bekas tersebut tidak terjamin dan dapat berbahaya bagi kesehatan tak diketahui asal negara produsen maupun pengguna pertama pakaian tersebut.