Kemendag Cabut Izin Satu Importir Tekstil Nakal
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencabut izin satu importir tekstil yang terbukti memalsukan alamat. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasaari Wisnu Wardhana mengatakan importir yang dicabut izinnya merupakan pemegang Angka Pemegang Importir Produsen (API-P).
Importir tersebut, lanjutnya, memindahtangankan bahan baku yang telah diimpor. Padahal pemegang API-P tidak bisa memperdagangkan atau memindahtangankan impornya kepada pihak lain. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64 Tahun 2017 menyebutkan, pemilik API-P hanya digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong bagi industrinya.
Jumlah impor tersebut, lanjut Wisnu, mencapai 16 juta meter pada periode 2019. Penemuan importir nakal merupakan hasil penyelidikannya terhadap 21 importir. Wisnu mengatakan importir tersebut sudah dimasukkan ke dalam daftar hitam.
Lebih lanjut Kemendag akan merevisi Permendag 64/2017 tentang Impor Tekstil dan Produk Tekstil tersebut. Wisnu menyebutkan revisi akan dilakukan dengan memperketat persetujuan impor.
(Baca: Bea Cukai Sita Selundupan Baju Impor Bekas Senilai Rp 42 Miliar)
Dalam Permendag tersebut terdapat dua jenis lampiran bagi importir, yaitu lampiran kelompok A dan lampiran kelompok B. Lampiran A merupakan impor jenis tekstil tertentu yang harus memerlukan persetujuan impor. Sedangkan lampiran B tidak memerlukan persetujuan impor.
Wisnu mengatakan revisi akan menghilangkan lampiran kelompok B. Revisi ini akan dirampungkan dalam sepekan ke depan. "Jadi semua importir harus melakukan persetujuan impor," ujar Wisnu.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan pengawasan akan ditingkatkan untuk mencegah adanya importir nakal. Bila masih ditemukan importir nakal, maka izin akan dicabut.
"Izin dicabut dan dikenakan denda sesuai kesalahannya. Denda bisa sampai 10 kali lipat," ujar Heru. Importir nakal yang dimaksud meliputi importir yang tidak taat membayar pajak.
Sebaliknya, importir yang tunduk terhadap aturan akan diberikan fasilitas. Salah satu fasilitas yang diberikan ialah kemudahan lokal tujuan ekspor. Hal tersebut guna mendorong eksportir agar lebih kompetitif di pasar global.
(Baca: Kadin Desak Penerapan Non-tarif untuk Menangkal Gempuran Impor)
Di sisi lain, Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi) mengungkapkan kinerja perdagangan luar negeri tekstil dan produk tekstil (TPT) pada 2018 merupakan yang terburuk sepanjang sejarah. Hal tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan ekspor yang jauh lebih rendah daripada impor.
Tercatat ekspor TPT tumbuh sebesar 0,9%, sedangkan impor melesat jauh sebesar 13,9%. Alhasil, pertumbuhan nilai neraca perdagangan TPT melambat 25,6% atau terendah sejak 2008. Berikut data terkait kinerja perdagangan TPT seperti dilansir dari Databoks :