Tujuh Masalah Menghadang Gojek hingga Tokopedia Sebelum Jadi Unicorn
Perjuangan Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak dan OVO untuk menyandang status unicorn atau startup bervaluasi lebih dari US$ 1 miliar tidaklah mudah. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan, ada tujuh permasalahan yang mereka hadapi ketika pertama kali membangun bisnis.
Ketujuh persoalan itu adalah pendanaan, perpajakan, cost protection, logistik, kecepatan internet, Sumber Daya Manusia (SDM), dan infrastruktur. “Setelah kami pelajari, itu semua melibatkan 18 kementerian isunya. Di negara lain, itu seperti satu cabinet,” kata Staf Khusus Kementerian Kominfo Lis Lestari Sutjiati dalam acara 100 Innovations Networking Event di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (16/10).
Ia bercerita, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian Kominfo untuk mengakomodasi pelaku usaha ekonomi digital pada 2014. Lantas, kementeriannya mengumpulkan para pemain di industri ini. Dari situlah ia mengetahui tujuh permasalahan tersebut.
Lantas, Kementerian Kominfo bekerja sama dengan 18 kementerian untuk memangkas peraturan yang menghambat industri ekonomi digital. “Keluar 31 inisiatif, namanya peta jalan e-commerce Indonesia. Itu bukannya membuat regulasi, tapi deregulasi supaya Indonesia menjadi negara kondusif untuk ekonomi digitalnya,” kata dia.
(Baca: Kemenko Perekonomian Optimistis Palapa Ring Bisa Ciptakan Dua Decacorn)
Dari sisi pendanaan, Kementerian Kominfo menggelar Next Indonesia Unicorn (NextIcorn). Kementerian menggelar acara untuk mempertemukan para startup dengan modal ventura dunia. Saat itu, kementerian membawa Gojek, Tokopedia, Kaskus, Traveloka, dan Matahari Mall dalam acara itu.
“Kami pakai network Pak Menteri (Rudiantara) dan Pak Presiden. Kami buka pintu (untuk pertemuan itu),” kata dia. Saat itu, kementerian menargetkan punya tiga unicorn hingga 2018. Ternyata Indonesia sudah memiliki empat unicorn dan satu decacorn, yakni Gojek.
Lalu, Kominfo menggelar Gerakan Nasional 1000 Startup. Melalui program-program ini, ia optimistis nilai ekonomi digital Indonesia bisa tembus US$ 130 miliar pada 2025. Kemudian, kementerian membangun Palapa Ring dari barat ke timur untuk mempercepat kecepatan internet.
(Baca: Bakti Kominfo Rampungkan 500 BTS hingga Akhir Tahun 2019)
Memasuki ekonomi baru, menurutnya ada tiga aktor utama di Indonesia yakni digital startup, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta bisnis yang sudah dibangun sejak lama (established company). “Jadi kami harus punya program, dan masing-masing karakteristiknya beda sekali,” katanya.
Untuk perusahaan rintisan berbasis digital sudah dibantu melalui NextIcorn dan Gerakan 1000 startup. Lalu untuk usaha kecil, Kementerian Kominfo menggelar UMKM go digital. Kementerian mendorong UMKM untuk berjualan secara online di e-commerce.
Secara rinci, UMKM yang sudah berjualan secara online sebanyak 9,61 juta sejak 2017 hingga 2018. Sedangkan, petani dan nelayan yang terhubung ke platform hanya 739,85 ribu.
(Baca: Menyusul OVO, Rudiantara Bocorkan 2 Startup Berpeluang Jadi Unicorn)
Ia optimistis, langkah ini bakal mendorong perekonomian. Sebab, UMKM selalu berkontribusi 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). “Pekerjaan Rumah (PR) utama kami adalah menghidupkan karakter entrepreneurship dulu,” kata Lis.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi. Ia menyampaikan bahwa infrastruktur yang belum merata menjadi tantangan bagi startup. Sebab, biaya untuk merangkul konsumen (cost of acquisition) menjadi lebih mahal.
Meski ada tantangan itu, menurutnya perusahaan rintisan harus bergerak maju. Nantinya, pemerintah membantu dengan membangun infrastruktur. “Poinnya jangan menunggu. Kami membangun ekosistem,” kata Pria yang juga menjabat sebagai CEO Investree ini.
(Baca: Riset Google: Investasi ke Startup RI Rp 23,8 T, Terbesar di Regional)