Mengungkap Setahun Tragedi Lion Air JT610 & Nasib Pesawat Boeing Max 8

Hari Widowati
29 Oktober 2019, 10:28
Boeing 737 MAX, larangan terbang, kecelakaan pesawat Lion Air JT610, setahun tragedi Lion Air, KNKT, Ethiopian Airlines, penyebab kecelakaan pesawat Lion Air
ANTARA FOTO/REUTERS/Gary He
Foto udara memperlihatkan pesawat Boeing 737 Max terparkir di Boeing Field di Seattle, Washington, Amerika Serikat, Minggu (20/10/2019). Foto diambil tanggal 20 Oktober 2019.

Hari ini genap setahun peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT610 tujuan Jakarta-Pangkal Pinang yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan penyebab kecelakaan yang merupakan kombinasi dari faktor mekanik, desain pesawat, komunikasi pilot dan kopilot, dan faktor-faktor lainnya.

Kecelakaan pesawat Lion Air JT610 yang merenggut nyawa 189 penumpang dan kru merupakan salah satu tragedi terpahit di dunia penerbangan. Pesawat Boeing 737-8 (MAX) tersebut tinggal landas dari Bandara Soekarno-Hatta pada 29 Oktober 2018 pukul 06.32 WIB. Beberapa saat kemudian, pilot melaporkan adanya gangguan pada sistem kendali pesawat, indikator ketinggian, dan indikator kecepatan.

Tak lama kemudian pesawat hilang dari radar pengatur lalu lintas udara (air traffic control/ATC). Pesawat ditemukan jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat. Seluruh penumpang dan kru dinyatakan tewas.

Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo mengatakan, ada sembilan faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan pesawat Lion Air. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Asumsi reaksi pilot pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX) sesuai dengan referensi. Namun, reaksinya tidak tepat dan tak sesuai perkiraan.

2. Berdasarkan asumsi atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian atas efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk sistem peringatan dini (Maneuvering Characteristics Augmentation System/MCAS) dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.

3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan.

4. Pilot kesulitan merespons pergerakan MCAS karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan.

5. Indikator penunjuk sikap (angle of attack/AOA disagree) tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) sehingga informasi itu tidak muncul saat penerbangan. Sudut AOA berbeda antara kiri dan kanan sehingga tidak dapat dicatat oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan sensor AOA.

6. Sensor AOA pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada perbaikan sebelumnya.

7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian sensor AOA setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.

8. Informasi mengenai stick shaker dan prosedur non-normal runway stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat dalam buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat. Akibatnya, pilot dan teknisi tidak bisa mengambil tindakan yang tepat.

9. Beberapa peringatan, berulangnya aktivasi MCAS, dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini disebabkan oleh situasi kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal, dan komunikasi antarpilot. Alhasil, koordinasi antarpilot dan pengelolaan beban kerja tidak efektif.

(Baca: KNKT Ungkap 9 Penyebab Kecelakaan Lion Air JT610)

Tabur Bunga dan Doa Bersama Keluarga Korban Pesawat JT-610
Tabur Bunga dan Doa Bersama Keluarga Korban Pesawat JT-610 (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA) 

Boeing Memperbaiki Sensor AOA dan MCAS

Chief Executive Officer (CEO) Boeing, Dennis Muilenburg, menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga dan para korban kecelakaan pesawat Lion Air. Ia mengatakan Boeing tidak akan melupakan tragedi ini. Ia pun berterima kasih kepada KNKT atas hasil penyelidikan mengenai penyebab kecelakaan pesawat tersebut.

"Kami akan melaksanakan rekomendasi keselamatan dari KNKT dan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan 737 MAX dan mencegah kondisi kontrol penerbangan yang terjadi dalam kecelakaan ini," kata Muilenburg, dalam siaran pers, Kamis (25/10).

Sejak kecelakaan tersebut, pesawat jenis 737 MAX dan peranti lunaknya menghadapi pengawasan dari otoritas penerbangan global untuk terus diuji dan dianalisis. "Kami melakukan ratusan sesi simulator dan tes penerbangan, menganalisis ribuan dokumen, serta mengikuti kajian dari para regulator, pakar independen, dan ketentuan sertifikasi yang ekstensif," ujarnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, Boeing mendesain ulang cara kerja sensor AOA dan fitur kontrol penerbangan MCAS. Ke depan, MCAS akan membandingkan informasi yang tersedia dari kedua sensor AOA untuk perlindungan berlapis. "MCAS hanya bisa dihidupkan jika kedua sensor AOA setuju dan hanya bisa diaktifkan untuk merespons kesalahan AOA," kata Muilenburg.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...