Platform Transaksi Digital Wajib Terdaftar & Data Center di Indonesia
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meresmikan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 soal Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) pada 10 Oktober 2019 lalu, menggantikan PP PSTE Nomor 82 Tahun 2012.
Salah satu poin perubahan regulasi tersebut yaitu, semua perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia wajib mendaftar ke pemerintah untuk mengetahui data-data yang mereka pergunakan.
Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, berdasarkan PP tersebut, data yang tergolong data sektor publik penempatan data center-nya harus di dalam negeri. Namun, menurutnya, sektor swasta juga perlu diatur dan dibatasi tata kelolanya oleh pemerintah.
"Apa saja (yang didaftarkan)? Bisnisnya, data yang dikumpulkan apa saja, untuk apa (penggunaan datanya). Supaya pemerintah tahu apa saja data-data itu. Bahkan, Pak Menteri (Johnny G. Plate) menyebut bahwa pemerintah juga bisa memanfaatkan data-data ini," ujar Semuel dalam konferensi pers di kantornya, Senin (28/10).
(Baca: Atasi Hoaks, Menteri Kominfo Anyar Buka Opsi Batasi Internet)
Semuel melanjutkan, di era digital ini pertukaran data dapat terjadi sehingga perlindungan data menjadi hal yang penting. Apalagi, menurutnya, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) telah dikembalikan oleh Kementerian Sekretaris Negara (Setneg) kepada Kementerian Kominfo.
Untuk mengisi kekosongan regulasi tersebut, maka Kominfo bakal menyempurnakan Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik. "Itu akan menghasilkan prinsip dari perlindungan data pribadi yang sudah ada, yakni rancangan RUU PDP kira-kira," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kominfo Johnny G. Plate mengatakan bahwa pada prinsipnya data-data yang menyangkut kepentingan sektor publik bakal ditempatkan di dalam negeri. Sehingga, menurutnya, pertukaran data antar pribadi, institusi, bahkan negara dapat dilakukan.
"Tentu harus memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu, termasuk kepentingan negara kita juga," ujar Johnny. Lebih rinci mengenai prasyarat-prasyarat itu Kominfo bakal mendiskusikannya dengan berbagai kementerian ataupun lembaga (K/L) terkait.
(Baca: Revisi PP, Facebook dan Google Terancam Diblokir jika Tak Bayar Pajak)
Adapun selain soal penyelenggara sistem elektronik, PP PSTE ini juga membahas beberapa poin lainnya seperti soal penempatan data center, perlindungan data pribadi, autentifikasi situs, pengelolaan nama domain situs, dan lainnya.
Mengenai penyelenggara sistem elektronik bahwa tiap perusahaan digital wajib untuk mendaftarkan layanannya ke Kemenkominfo, hal ini diatur pada Bagian Kedua Pasal 6 mengenai Pendaftaran Sistem Elektronik. Perusahaan-perusahaan digital tersebut, termasuk penyedia layanan situs, aplikasi, e-commerce, pesan instan, media sosial, hingga mesin pencari.
Selanjutnya, mengenai penempatan data center diatur pada Bagian Keenam mengenai Tata Kelola Sistem Elektronik pada Pasal 11 hingga 21. Sedangkan, mengenai perlindungan data pribadi diatur pada Bagian Ketujuh mengenai Pengamanan Penyelenggaraan Sistem Elektronik pada Pasal 22 hingga 33.
(Baca: Kominfo Butuh Lembaga Khusus Perlindungan Data Pribadi)
Kemudian pasal-pasal mengenai peran pemerintah dalam PSTE diatur pada BAB VIII pada Pasal 90 hingga 99. Pasal-pasal ini memuat beberapa kewajiban dan kewenangan pemerintah seperti memfasilitasi pemanfaatan teknologi, melindungi penyalahgunaan data, melakukan pencegahan penyebarluasan dokumen yang dilarang dengan pemutusan akes informasi, hingga menetapkan instansi mana saja yang memiliki data wajib dilindungi.
Terakhir, mengenai sanksi atas pelanggaran dari aturan ini dimuat pada BAB IX pada Pasal 100 dan 101. Sanksi-sanksi tersebut dapat berupa teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara, pemutusan akses dan/atau dikeluarkan dari daftar penyelenggara sistem elektronik.
(Baca: Kominfo Targetkan Migrasi TV Analog ke Digital Paling Lambat 2024)