Kepada Sri Mulyani, Bos BCA "Keluhkan" Penerbitan Obligasi Retail
Penerbitan surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN) menjadi salah satu instrumen yang diandalkan pemerintah untuk membiayai anggaran negara. Namun, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengeluhkan penerbitan SBN kepada investor retail yang selalu berdampak terhadap likuiditas perbankan. Padahal, di pengujung tahun ini, likuiditas di dalam negeri cenderung mengetat.
Menurut Jahja, sebagian dana simpanan nasabah akan keluar dari perbankan setiap kali pemerintah menerbitkan obligasi retail. "Sekitar 20% hingga 30% dana kami 'terbang' ketika ada launching instrumen (SBN) retail oleh pemerintah," katanya saat menyampaikan aspirasinya di hadapan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam acara panel diskusi CEO Networking 2019 di Jakarta, Kamis (31/10).
Hengkangnya sebagian simpanan dana nasabah di bank karena instrumen surat utang yang diterbitkan pemerintah menawarkan bunga yang lebih tinggi. Sedangkan di sisi lain, bank membutuhkan simpanan nasabah untuk meningkatkan Dana Pihak Ketiga (DPK).
(Baca juga: Tawarkan Bunga Lebih Rendah, Penjualan ORI016 Tak Capai Target)
Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani menyatakan penerbitan SBN retail adalah salah satu instrumen pendanaan anggaran dana. Meski begitu, dia memahami adanya kondisi crowding out (perebutan dana nasabah) karena perbedaan bunga tersebut. "Kami akan kaji soal ini."
Dalam kesmepatan yang sama, Wimboh menyatakan bahwa dana hasil penjualan surat berharga tersebut akan berputar dan bisa kembali lagi ke bank. "Memang ada time leg-nya (jeda waktu)," ujarnya.