Iuran Naik, Ini Janji Perbaikan Layanan BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berjanji akan fokus memperbaiki tiga masalah dalam penyelenggaraan layanan kesehatan. Ketiga masalah tersebut, yakni sistem antrean saat berobat, ketersediaan tempat tidur, serta sistem rujukan untuk peserta cuci darah.
"Ini menjawab pertanyaan masyarakat terkait kenaikan iuran dan perkembangan fasilitasnya," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam Konferensi Pers bersama Persatuan Seluruh Rumah Sakit Indonesia di Jakarta, Selasa (19/11).
Terkait sistem antrean, menurut dia, BPJS dan PERSI telah berkomitmen agar seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memiliki sistem antrean elektronik. Hal ini diharapkan mampu memberikan kepastian antrean dan layanan yang lebih cepat.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, baru sekitar 58% dari total rumah sakit atau sebanyak 1.282 rumah sakit yang memiliki sistem antrian elektronik pada 2018. Kondisi ini menyebabkan penumpukan pasien hingga tidak adanya kepastian waktu layanan.
(Baca: Pemerintah Bakal Gelontorkan Rp 9 Triliun ke BPJS Kesehatan Pekan Ini)
Ia mengaku masih terdapat kendala dalam meningkatkan sistem antrian elektronik di seluruh rumah sakit di Indonesia. "Terutama di beberapa wilayah yang masih terbatas elektroniknya dan jaringan yang lemah," ujarnya.
Pihaknya bersama rumah sakit, menurut dia, juga berkomitmen meningkatkan jumlah tempat tidur. Berdasarkan survei yang dilakukan BPJS Kesehatan, banyak peserta yang ditolak rumah sakit dengan alasan tempat tidur penuh.
Pada 2017, hanya 793 rumah sakit atau 38% rumah sakit yang memiliki ketersediaan tempat tidur yang cukup. Kemudian pada 2018, terdapat 1.085 rumah sakit atau sekitar 49% dari total rumah sakit dan pada 2019 terdapat sebanyak 73% atau 1.614 rumah sakit.
(Baca: Iuran Naik, Sri Mulyani Segera Bayar Rp 14 Triliun ke BPJS Kesehatan)
Selain itu, menurut Fahmi pihaknya juga akan memperbaiki sistem rujukan bagi pasien gagal ginjal kronis atau transplantasi ginjal yang rutin melakukan cuci darah. Pasien-pasien tersebut, menurut dia, tak perlu membawa surat rujukan saat ingin mendapatkan hemodialisa sepanjang sudah terdaftar dengan sidik jari (fingerprint).
Fachmi mengungkapkan bahwa hingga kini sudah hampir 100% pasien hemodialisa sudah terdaftar fingerprint. Maka dari itu, BPJS Kesehatan akan terus mendorong seluruh rumah sakit agar mempunyai alat fingerprint supaya seluruh pasien cuci darah dapat mendatangi rumah sakit di seluruh Indonesia.
Selain ketiga prioritas tersebut, Fachmi mengatakan bahwa terdapat hal lain yang nantinya akan ditingkatkan pihaknya bersama persatuan rumah sakit ke depannya. "Seperti diskriminasi pelayanan, pembatasan kuota, kemudian dokter datang tidak tepat waktu. Nanti juga akan kami tingkatkan tetapi yang tiga prioritas ini dahulu," tutupnya.