Transaksi Harian Bursa Kecil, Investor Tunggu Kejelasan Perang Dagang

Image title
19 November 2019, 21:32
IHSG
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ilustrasi. Pada perdagangan Senin (11/11) pekan lalu, transaksi saham sebanyak 6,51 miliar dengan nilai transaksi Rp 5,69 triliun.

Beberapa hari perdagangan terakhir, nilai transaksi harian saham (RNTH) terbilang rendah. Padahal, usai implementasi kebijakan transaksi T+2, nilai RNTH seharusnya bisa tinggi karena pasar modal dalam negeri lebih likuid.

Hal ini pernah disampaikan oleh Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi usai T+2 diterapkan pada 27 November 2018. "Bisa dilihat dari rata-rata nilai transaksi harian saham (RNTH) yang dalam dua hari setelah penerapan T+2 meningkat," kata Inarno di Gedung BEI, Jakarta, 29 November tahun lalu.

Pernyataan Inarno terbukti. Pada perdagangan 27 November 2018, sebanyak 10,8 miliar lembar saham diperdagangkan dengan nilai mencapai Rp 9,2 triliun. Setelah penerapan T+2 keesokan harinya, nilai transaksi saham mencapai Rp 9,73 triliun dengan volume saham yang diperdagangkan mencapai 12,72 miliar saham. 

Namun, beberapa hari terakhir nilai transaksi harian tersebut turun. Seperti perdagangan pada Senin (11/11) pekan lalu, nilai transaksi hanya Rp 5,69 triliun dari perdagangan 6,51 miliar saham. Hari lainnya, pada Kamis (14/11), transaksi saham hanya senilai Rp 6,11 triliun meski jumlah sahamnya mencapai 11,12 miliar saham.

(Baca: Fintech Modalku Capai Target Salurkan Pinjaman Rp 10 Triliun ke UMKM)

Sehari setelahnya juga tidak berbeda. Meski volume saham yang diperdagangan sebanyak 11,33 miliar saham, nilai transkasi hariannya hanya Rp 6 triliun. Lalu, pada perdagangan awal pekan ini, Senin (18/11), jumlah saham yang ditransaksikan sebanyak 8,4 miliar saham tetapi bnilainya hanya Rp 5,4 triliun.

Perdagangan hari ini, nilai total transkasi di pasar saham senilai Rp 7,23 triliun dari jumlah volume saham yang diperdagangkan sebanyak 9,38 miliar. Adapun IHSG ditutup menguat 0,48% menjadi berada di level 6.152,09.

Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai pelaku pasar saat ini memang tengah melakukan aksi wait and see. Ini terutama terkait dengan perkembangan kondisi pasar global, terutama hubungan Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok terkait perang dagang.

"Karena hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok labil banget," kata Nico kepada Katadata.co.id hari ini.

(Baca: Mulai Gelar IPO, Alibaba Lepas Rp 338 Ribu per Saham)

Seperti diketahui, kedua negara yang tengah berperang tersebut berencana untuk berdamai melalui kesepakatan tahap pertama. Namun, hingga kini belum ada kepastian kapan kesepakatan tersebut bakal diteken.

Terakhir, Tiongkok pesimistis terhadap kesepakatan damai kedua negara tersebut karena keengganan Presiden AS Donald Trump untuk menurunkan tarif.

Nico menceritakan, sejauh ini fokus utama Tiongkok adalah melanjutkan diskusi, sambil menunggu beberapa proses. Salah satunya, pemakzulan Trump dan Pemilu di Negeri Paman Sam. "Tentu akan memberikan implikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian Amerika Serikat," katanya.

Selain itu, menurut Nico, pasar juga tengah menanti efek dari aktivitas window dressing yang kerap terjadi di penghujung tahun. Namun, ia menilai hal-hal tersebut meruipakan kejadian yang wajar terjadi di pasar modal dalam negeri.

Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...