Kalimantan Barat, Lumbung Sawit yang Masih Miskin

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
3 Desember 2019, 19:24
Kebun Kelapa Sawit
Katadata

Keberadaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat dimulai sejak 1980-an. Melalui PT Perkebunan Nasional (PTPN XIII), perusahaan pelat merah ini ditugasi pemerintah untuk mengembangkan lahan kelapa sawit dengan pola kerja sama dengan masyarakat lewat pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR).

Pola PIR berarti persiapan perkebunan mulai dari pembibitan hingga panen dilakukan oleh PTPN. Memasuki tahun ketiga, pengelolaan lahan sawit diberikan kepada masing-masing kepala keluarga. Hubungan masyarakat dengan perusahaan tetap terjalin karena hasil panen kelapa sawit harus dijual ke perusahaan.

Namun dalam perjalanannya, perkebunan rakyat atau yang dikenal dengan istilah plasma menghadapi permasalahan, antara lain konflik lahan dengan komunitas adat, perubahan pola hidup masyarakat adat yang komunal menjadi individual, hingga kehilangan hak mengelola hutan adat.

Investasi swasta yang masuk pada 1990-an membuat skema pemberian lahan semakin rumit. Ekspansi lahan yang dilakukan juga menimbulkan konflik dengan warga. Skema PIR tidak lagi menjadi obat mujarab pemberi kesejahteraan masyarakat Kalimantan Barat.

Hampir tiga dekade berlalu, perkebunan kelapa sawit masih belum berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat Kalimantan Barat. Alih-alih untung, petani sawit swadaya di Kalimantan Barat kini tersandung berbagai masalah seperti kawasan kebun dalam hutan, legalitas lahan, dan rendahnya produktivitas. Selain itu, konflik antara petani plasma dan perusahaan, harga jual sawit yang anjlok, hingga perbedaan harga jual antara petani mandiri dan plasma membuat situasi semakin pelik.

Hal itu yang dialami oleh Adrianus Adam Tekot, Kepala Adat Dayak Kanayatn atau Timanggung Binua Sungai Manur. Adrianus adalah peladang plasma yang tengah memperjuangkan lahan adat.

“459,21 hektare, luas tanah adat kami yang kini telah berubah menjadi perkebunan sawit. Dulu perusahaan hanya menggantinya sebesar Rp 175 ribu per hektare,” ujar Adrianus. Adrianus menambahkan, sejak saat itu pekerjaan masyarakat untuk mengelola hutan dan bergantung hidup dari hutan menjadi hilang.

Sengkarut sawit di Kalimantan Barat ini juga disoroti oleh Hendrikus Adam, Kepala Divisi Kajian, Dokumentasi, dan Kampanye Walhi Kalimantan Barat.  Perkembangan sawit di Kalimantan Barat menurut Hendikus juga menyalahi rencana tata ruang. “Kalau kita lihat, sebenarnya perencanaan perkebunan kelapa sawit di Kalbar yang tercantum pada rencana tata ruang wilayah 2005 hanya mengalokasikan 1,5 juta hektare hingga 2025. Namun saat ini izin yang diberikan sudah mencapai 4-5 juta hektare,” kata Hendrikus saat ditemui Katadata di Kantor Eksekutif Daerah Walhi di Tanjungpura, Pontianak 13 September 2019.

Terluas namun Termiskin

Data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2019) menyebutkan, Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan lahan perkebunan kelapa sawit terluas ketiga di Tanah Air. Dengan luas lahan 1,8 juta hektare, perkebunan kelapa sawit Kalimantan Barat hanya kalah luas dari Riau (3,4 juta hektare) dan Sumatera Utara (2,1 juta hektare).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...