Poin Penting PP E-Commerce, dari Pajak hingga Aduan Konsumen
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 80 tahun 2019 tentang e-commerce, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 November lalu. Ada beberapa hal yang diatur dalam regulasi baru itu.
Salah satu poin penting dalam PP tersebut mengenai definisi pelaku usaha luar negeri yang berjualan daring alias pelapak e-commerce asing. Pelaku usaha luar negeri pada perdagangan melalui sistem elektronik meliputi pedagang luar negeri, penyelenggara, dan penyelenggara sarana perantara luar negeri.
Pada pasal 7, tertulis bahwa pelaku usaha luar negeri yang secara aktif berjualan secara elektronik kepada konsumen di wilayah Indonesia, serta memenuhi kriteria tertentu, dianggap telah memenuhi kehadiran secara fisik (physical presence) dan melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia.
Kriteria tersebut mengacu pada kehadiran ekonomi secara signifikan alias significant economic presence, antara lain jumlah transaksi, nilai transaksi, jumlah paket pengiriman, dan/atau jumlah trafik atau pengakses.
Dengan demikian, pelaku usaha PMSE luar negeri yang memenuhi kriteria significant economic presence tersebut wajib menunjuk perwakilan yang berkedudukan di Indonesia yang dapat bertindak sebagai dan atas nama pelaku usaha luar negeri tersebut.
(Baca: Sri Mulyani Bakal Kejar Pajak Pedagang Online hingga ke Media Sosial)
“Ketentuan mengenai penunjukan perwakilan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada,” demikian dikutip dalam pasal 7 ayat 4.
Sedangkan, ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria tertentu significant economic presence tersebut bakal diatur lebih rinci melalui peraturan menteri. Menteri yang dirujuk dalam PP ini ialah Menteri Perdagangan.
Selanjutnya pada pasal 8 dinyatakan bahwa terhadap kegiatan usaha PMSE, berlaku ketentuan dan mekanisme perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) diatur mengenai Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagai bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi maupun badan asing yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatannya di Tanah Air. BUT menjadi salah satu subjek pajak penghasilan.
Dalam regulasi itu, BUT berupa kehadiran fisik yang dapat meliputi cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang promosi dan penjualan, pertambangan atau wilayah kerja pertambangan, hingga keberadaan orang atau badan selaku agen atau pegawai dari perusahaan asing tersebut.
(Baca: Platform Transaksi Digital Wajib Terdaftar & Data Center di Indonesia)