Bulog Buang Beras 20 Ribu Ton, Buah dari Kebijakan Salah Hitung Impor?

Yuliawati
Oleh Yuliawati
6 Desember 2019, 10:11
Bulog, Budi Waseso, impor beras
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (ketiga kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution saat melakukan peninjauan gudang beras milik Perum Bulog di divre DI Jakarta-Banten, Kelapa Gading, Jakarta (10/1/2019).

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) akan membuang stok beras yang mutunya berkurang sebanyak 20 ribu ton beras. Pembuangan beras tersebut mendapat sorotan karena membutuhkan dana yang tak sedikit yakni sekitar Rp 160 miliar.

Beras yang dibuang merupakan 1% dari cadangan beras pemerintah (CBP) yang menumpuk di gudang Bulog sekitar 2,3 juta ton. Cadangan beras tersebut berasal dari impor 2018 sekitar 900 ribu ton dan sisanya dari stok dalam negeri.

Advertisement

Dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 38 Tahun 2018, CBP memang dapat dibuang jika melampaui batas waktu simpan minimum empat bulan atau mengalami penurunan mutu. Bulog pun menunggu hasil pemeriksaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM dan rekomendasi menteri pertanian mengenai kelaikan beras.

(Baca: Buang 20 Ribu Ton Beras, Buwas Sebut Sri Mulyani Bakal Ganti Rugi)

Dari stok beras sebanyak 2,3 juta ton, sekitar 100 ribu ton tersimpan di gudang lebih dari empat bulan. Bahkan, beras yang akan dimusnahkan sebanyak 20 ribu ton beras memiliki usia simpan di atas 1 tahun.

Direktur Utama Bulog Budi Waseso alias Buwas sudah mengeluhkan gudang yang penuh dengan stok beras. Dia menuding kebijakan impor sebagai penyebab tumpukan stok beras.

Tahun lalu, pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras sebanyak 2 juta ton. Bulog mendapatkan tugas melaksanakan impor tersebut. Buwas menolak memenuhi merealisasikan impor dari kuota yang sudah ditetapkan. Dari total 2 juta ton, Bulog hanya mau mengimpor 1,8 juta ton.

Buwas yang menolak memenuhi kuota impor membuat hubungan dengan Kementerian Perdagangan menjadi tegang. Meski Buwas menolak, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi impor beras 2018 mencapai 2,25 juta ton dengan nilai US$ 1,03 miliar.

Angka ini paling tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada 2017 impor beras hanya 305,27 ribu ton dengan nilai US$ 143,64 juta dan pada 2016 sebesar 1,28 juta ton dengan nilai US$ 531,84 juta. Berikut databoks impor beras:

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai data pasokan beras yang kacau membuat kebijakan impor salah kaprah.

Dwi menjelaskan kebijakan impor beras pada 2018 sebanyak 2,2 juta ton merupakan perhitungan yang kurang matang. Dia melihat saat mengambil kebijakan impor pemerintah terburu-buru dan momen kurang tepat yakni saat menjelang musim panen.

Persoalan kurang matangnya keputusan itu dimulai dari klaim Kementerian Pertanian pada 2017 yang menyebutkan surplus produksi beras mencapai 13,03 juta ton. Perkiraan surplus tersebut dihitung dari target produksi beras 2018 sebesar 80 juta ton atau 46,5 juta ton setara beras, sementara perkiraan total konsumsi beras nasional hanya 33,47 juta ton. Sehingga Kementan menganggap tak perlu impor.

(Baca: Musim Ribut Impor Beras)

Padahal, dari laporan di wilayah Jawa-Bali pada pertengahan 2018 terjadi serangan hama wereng yang membuat produksi beras petani turun. Pasokan beras yang mengalami goncangan terlihat dari harga yang merangkak naik pada akhir 2017.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement