Inflasi 0,2%, Kenaikan Cukai Rokok Diprediksi Tak Pengaruhi Daya Beli
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menilai kenaikan cukai rokok sebesar 23% dan harga eceran sebesar 35% mulai Januari 2020 tidak akan mengganggu daya beli masyarakat karena hanya akan menambah inflasi sebesar 0,2%.
"Perhitungan internal kami kenaikan cukai rokok akan menambah inflasi 0,2% menjadi 3,3%. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% ini tidak terlalu mempengaruhi daya beli," ujar Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Ditjen Bea Cukai Nirwala Dwi Hertanto di Jakarta, Selasa (10/12).
Dia menambahkan kenaikan tarif cukai dan harga rokok ini bertujuan mengendalikan dampak negatif rokok terhadap kesehatan masyarakat. Sebelumnya pemerintah telah lima kali menaikkan cukai rokok antara 2013 hingga terakhir pada 2018.
(Baca: Pro-Kontra Kenaikan Tarif Cukai Rokok)
Adapun kenaikan cukai rokok pada awal tahun depan akan menjadi kenaikan yang terbesar. Pada 2013 tarif cukai rokok naik 8,5%, pada 2015 naik 8,72%, 2016 naik 11,19%, 2017 naik 10,54%, dan 2018 naik 10,04%.
Selain menambah tingkat inflasi, Nirwala menjelaskan adanya kemungkinan meningkatnya peredaran rokok ilegal akibat adanya kenaikan cukai rokok. Meski begitu, tingkat peredaran rokok ilegal di Indonesia menurutnya sangat rendah dibandingkan negara-negara lain.
"Saat ini jumlah rokok ilegal yang beredar hanya sebesar 3,03%, salah satu yang terbaik di dunia. Dibandingkan Malaysia angka resminya mencapai 55%," ujarnya.
(Baca: Sepanjang 2019 Bea Cukai Tangani 4.724 Kasus Rokok dan Miras Ilegal)
Jelang Kenaikan Tarif Cukai dan Harga Kinerja Produsen Rokok Masih Baik
Di tengah rencana pemerintah menaikkan tarif cukai dan harga rokok, kinerja keuangan produsen rokok hingga triwulan III 2019 terlihat masih cukup baik. Dari empat perusahaan rokok, hanya satu yang tercatat merugi.
PT Gudang Garam Tbk mencatatkan pendapatan tertinggi dibandingkan produsen rokok lainnya yakni sebesar Rp 81,7 triliun dengan perolehan laba sebesar Rp 7,24 triliun. Sementara PT H.M. Sampoerna Tbk mencatatkan laba tertinggi sebesar Rp 10,2 triliun. Capaian laba Sampoerna tumbuh 5,26% secara tahunan walau pendapatannya hanya naik 0,04% menjadi Rp 77,5 triliun.
Sementara itu pendapatan Bentoel turun Rp 1 triliun, tapi perusahaan ini berhasil mencetak laba Rp 11,2 miliar setelah pada periode yang sama tahun lalu rugi Rp 423,9 miliar. Sementara pendapatan PT Wismilak Inti Makmur Tbk tercatat sebesar Rp 37 miliar, dengan torehan laba sebesar Rp 15 miliar.
(Baca: Dibayangi Kenaikan Cukai Rokok, Laba Bersih Gudang Garam Tumbuh 25%)