Pemerintah Ungkap 2 Alasan Baja Impor Lebih Dipilih Dibanding Lokal
Industri dalam negeri hingga saat ini masih dibanjiri produk baja impor. Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto mengungkapkan, ada dua alasan mengapa industri hilir dalam negeri lebih memilih produk impor ketimbang baja dalam negeri.
"Pertama harga, kemudian kualitas. Ada beberapa hal yang masih menjadi catatan dan itu perlu proses, tidak semudah membalikkan telapak tangan," kata Harjanto ditemui usai menyampaikan Kuliah Umum tentang Baja Lokal vs Baja Impor di Jakarta, Rabu (18/12).
Berdasarkan jenisnya, menurutnya saat ini terdapat dua jenis baja yang digunakan di Indonesia, yakni baja untuk kebutuhan konstruksi dan baja untuk teknik atau engineering.
(Baca: Impor Tinggi, Jokowi: Buka Lebar Investasi di Sektor Baja & Petrokimia)
Jenis baja untuk kebutuhan teknik, saat ini lebih banyak digunakan untuk industri otomotif dan elektronika. Baja jenis inilah yang lebih banyak diimpor dibandingkan jenis baja konstruksi.
"Alasannya karena (produksi) di dalam negeri tidak ada. Ada juga yang memang sudah ada, namun spesifikasinya belum memenuhi. Sehingga harus diimpor, karena skala ekonominya juga menjadi pertimbangan," ujar Harjanto.
Untuk itu, Kemenperin tengah mengembangkan sebuah jaringan bernama Sistem Baja Nasional (SIBANA) yang akan mengakomodir atau mendata berbagai jenis baja yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri maupun yang belum tersedia.
"Jadi, kami membangun networking antara suplier dengan konsumen melalui SIBANA, karena kadang kan bisa saja terjadi proses importasi karena mereka tidak tahu bahwa produknya ada di dalam negeri, atau tidak kenal," katanya.
Lebih lanjut, Hardjanto mengungkapkan pada dasarnya industri hilir baja akan memilih bahan baku baja dari dalam negeri apabila kualitas dan harganya sesuai. Selain itu, produk yang dipasok dari dalam negeri memiliki beberapa kelebihan lain.
(Baca: Selamatkan Industri Baja Nasional, Pemerintah Siapkan Regulasi Baru)
Misalnya, dari sisi harga yang tentu bisa akan lebih murah dibanding produk impor yang kerap terpengaruh fluktuasi kurs atau nilai tukar mata uang. Kemudian, dari sisi inventory, impor kan harus dalam jumlah besar, sedangkan dari dalam tidak.
"Sehingga kalau dihitung-hitung tetap lebih murah barang dari dalam negeri," ujarnya.
Kendati demikian, dia pun menyadari bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah, untuk meningkatkan kualitas, menekan harga, hingga menekan biaya logistik.
Karenanya, dia mengajak pengusaha hingga akademisi bekerjasama dengan pemerintah untuk menuntaskan pekerjaan rumah industri baja saat ini.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar peluang investasi untuk industri substitusi impor dibuka lebar. Terutama di industri sektor baja dan petrokimia untuk memangkas impor yang cukup besar di dua sektor ini.
(Baca: Krakatau Steel Cetak Rekor Baru Produksi Baja Lembar Panas)
Jokowi mengatakan, impor di sektor baja dan petrokimia berkontribusi terhadap total impor bahan baku penolong yang mencapai 74,06%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor baja mencapai US$ 8,6 miliar.
Sementara, impor di industri petrokimia mencapai US$ 4,9 miliar. “(Peluang investasi di industri baja dan petrokimia) harus betul-betul dibuka karena ini merupakan substitusi impor,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/12).
Menurut Jokowi, dorongan investasi di industri baja dan petrokimia tak hanya bisa memangkas impor tetapi juga akan menciptakan nilai tambah karena membuka lapangan kerja yang cukup besar.
Impor besi dan baja menjadi salah satu pemicu melebarnya defisit neraca perdagangan Indonesia. Adapun data terkait kontribusi baja terhadpa defisit perdagangan digambarkan lebih lanjut dalam databoks berikut.