Selain Mantan Direksi Jiwasraya, Kejaksaan Cekal Pengelola Investasi
Kejaksaan Agung mencegah atau mencekal ke luar negeri 10 orang terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya. Sepuluh orang yang dicekal tersebut terdiri dari mantan direksi dan pihak swasta yang terkait dengan pengelolaan investasi Jiwasraya.
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menyebutkan 10 orang yang dicekal tersebut berpotensi menjadi tersangka. Burhanuddin menyebutkan inisial sepuluh orang tersebut yakni HR, DYA, HP, MZ, DW, GLA, ERN, HH, BT dan AS. "Sepuluh orang itu potensi jadi tersangka," kata Burhanuddin di Jakarta, Jumat (27/12).
Kejaksaan menyebut Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM telah resmi mencekal sejak Kamis malam, 26 Desember 2019. Sejak 17 Desember lalu, Kejaksaan Agung memasuki tahap penyidikan dugaan korupsi pengelolaan dana investasi Jiwasraya dengan perkiraan kerugian negara hingga Agustus lalu mencapai Rp 13,7 triliun.
(Baca: Jaksa Agung Cekal ke Luar Negeri 10 Orang Terkait Kasus Jiwasraya)
Pengusutan kasus ini setelah Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim polis JS Saving Plan sejak Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar. Jumlah gagal bayar terus membengkak. Berdasarkan catatan direksi baru, Jiwasraya tak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun.
Jiwasraya menerbitkan JS Saving Plan pertama kali pada 2013, saat dipimpin oleh Direktur Utama Hendrisman Rahim. Hendrisman di antaranya dibantu oleh De Yong Adrian sebagai Direktur Pemasaran, dan Hary Prasetyo sebagai Direktur Keuangan.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dua orang swasta yang terlibat dalam pengelolaan investasi Jiwasraya berinisial HH dan BT. Keduanya diduga memberikan rekomendasi saham reksa dana yang diinvestasikan Jiwasraya dalam jumlah triliunan, namun membuat perusahaan rugi besar.
(Baca: Jiwasraya Pernah Beli Saham Mahaka dan Meraih Untung Hingga 18%)
Sebelumnya kejaksaan menyebutkan Jiwasraya memilih berinvestasi dengan risiko tinggi demi mengejar keuntungan besar. Perseroan menempatkan 22,4% dari aset keuangan atau senilai Rp 5,7 triliun, sebagian besar pada perusahaan dengan kinerja buruk. "Dari angka itu sebanyak 95% dana kelolaan ditempatkan di saham yang berkinerja buruk," kata Burhanuddin.
Selain itu, untuk investasi reksa dana sebanyak 59,1% dari aset finansial atau senilai Rp 14,9 triliun, sebanyak 95% dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.
(Baca: Incar Dana Rp 5,6 Triliun, Jiwasraya Akan Jual Portofolio Sahamnya)