Asosiasi, Polri, OJK Sebut Perlu UU Fintech Atasi Kredit Online Ilegal

Cindy Mutia Annur
28 Desember 2019, 11:13
Asosiasi Fintech, Kepolisian RI, OJK, Ombudsman sepakat perlu ada UU Fintech
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Kapolres Jakarta Utara Kombes Pol Budhi Herdi (kedua kanan) didampingi jajaran menunjukkan barang bukti seusai menyampaikan keterangan pers rilis kasus fintech ilegal di Polres Jakarta Utara, Jumat (27/12/2019).

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kepolisian RI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepakat perlu ada Undang-undang (UU) terkait fintech. AFPI juga berharap, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) tahun depan.

AFPI menilai, 1.898 platform pinjaman online ilegal yang sudah diblokir menjadi indikator bahwa RUU PDP sangat dibutuhkan. Ia berharap, regulasi itu memuat tentang layanan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) ilegal.

Yang teranyar, Polisi menangkap bos pinjaman online ilegal asal Tiongkok yang untung miliaran rupiah di Indonesia. “Kasus ini mengingatkan kita semua, ada satu pekerjaan rumah yaitu RUU PDP. Kami berharap, 2020 bisa disahkan,” kata Ketua Harian AFPI Kuseryansyah di Jakarta, kemarin (27/12).

Bos pinjaman online ilegal itu mengelola dua perusahaan, yakni PT Barracuda Fintech (BR) dan PT Vega Data (VD). Mereka mendapat untung miliaran, karena menerapkan biaya administrasi ratusan ribu rupiah per pinjaman dan denda Rp 50 ribu per hari.

(Baca: Untung Miliaran, Bos Pinjaman Online Ilegal Asal Tiongkok Ditangkap)

Perusahaan fintech lending ilegal itu juga mengambil data pengguna untuk keperluan penagihan. Karena itu, menurut Kuseryansyah RUU Perlindungan Data Pribadi perlu mengatur perihal sanksi dan segera disahkan.

AFPI juga mengusulkan pemerintah dan DPR membuat UU terkait fintech. “Perlunya UU fintech karena Indonesia sudah masuk era digital ekonomi dengan penetrasi yang sudah sangat dalam,” kata dia.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto sepakat bahwa perlu adanya aturan yang memuat tentang fintech. Selama ini, aparat penegak hukum mengacu pada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Perlindungan Konsumen, dan UU Perseroan Terbatas (PT).

Alhasil, menurut dia, penerapan aturan itu terkait kasus fintech lending ilegal tidak maksimal. “Kami menjerat pelaku, tetapi ancaman hukumannya tidak semaksimal kalau ada UU khusus yang mengatur fintech itu sendiri," ujar Budhi.

(Baca: Korban Berjatuhan, OJK Usulkan Undang-Undang Fintech)

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...