Terancam Diadukan ke KPPU, OYO Jelaskan Soal Izin Bisnis
Startup operator jaringan penginapan OYO menanggapi sorotan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) soal pemanfaatan indekos sebagai akomodasi wisata. Kemenparekfraf sempat mengancam akan mengadukan startup tersebut kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Head of Public Relations and Communications OYO Indonesia Meta Rostiawati menjelaskan, OYO merupakan pelaku usaha yang berizin. "Izin kami sebagai jasa pemasaran. Itu kerja sama yang kami tawarkan,” kata dia kepada katadata.co.id, Senin (21/1). Pihaknya juga memastikan pemilik properti yang menjadi mitranya memiliki kelengkapan izin usaha.
(Baca: Tempat Indekos Jadi Penginapan, Pemerintah Ancam Adukan RedDoorz & OYO)
Adapun OYO memiliki dua bentuk kerja sama dengan pemilik properti. Pertama, jasa pemasaran (marketplace). Jasa yang diberikan yakni konsultasi pengelolaan properti berbasis teknologi, termasuk standarisasi pelayanan, pemasaran, serta penjualan secara online (melalui aplikasi OYO dan berbagai aplikasi lainnya) serta offline.
Dalam kerja sama ini, “Seluruh aspek operasional, kepemilikan gedung, termasuk perizinan merupakan tanggung jawab pemilik properti,” kata dia. Meski begitu, menurut dia, OYO tetap memastikan bahwa pemilik properti mematuhi tata aturan dan perundangan yang berlaku, termasuk memiliki kelengkapan izin.
Kedua, kerja sama self-operated business. Dalam kerja sama ini, OYO bertanggung jawab atas aspek operasional pengelolaan properti sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
(Baca: Kemenkeu Gandeng OYO dan RedDoorz Sewakan Apartemen Milik Negara)
Lewat dua bentuk kerja sama tersebut, OYO menawarkan dua jenis sewa akomodasi kepada publik. Pertama, sewa harian untuk akomodasi berupa hotel, losmen, guest house, dan lainnya. Kedua, sewa bulanan tempat indekos.
Menurut Meta, manajemen OYO telah bertemu dengan Kemenparekraf guna menjelaskan mengenai bisnisnya. "Namun tidak ada hasil (kesepakatan)," ujar dia.
Selain OYO, Kemenparekraf turut menyoroti startup serupa yakni, RedDoorz. Namun, pihak Reddoorz enggan memberikan keterangan.
Sebelumnya, Kemenparekraf mengancam akan mengadukan RedDoorz dan OYO ke KPPU. Penyebabnya, startup tersebut memasukkan indekos dalam jaringan penginapannya.
"Kalau hanya kos-kosan, akan kami bawa ke jalur yang lebih jelas dan tegas hukumnya. Iya, KPPU," kata Asisten Deputi Investasi Pariwisata Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Hengky Manurung, pekan lalu.
(Baca: Target Untung, Startup Asal India OYO PHK Ribuan Karyawan)
Ia menjelaskan, operator akomodasi semestinya memiliki izin dan bentuk usaha yang jelas. Tanpa izin, operator jadi tak membayar pajak yang seharusnya. Selain itu, bila OYO dan RedDoorz ingin menjadi operator jaringan penginapan, kerja sama semestinya dilakukan dengan hotel dan bukan tempat indekos.
Menurut dia, praktek menjadikan tempat indekos menjadi penginapan juga meresahkan masyarakat. Sebab, dalam satu indekos, hanya 4 hingga 10 kamar yang dijadikan penginapan. Akibatnya, penghuni indekos menjadi tidak nyaman. "Itu yang saya sudah buat kajiannya," ujar dia.
Ia mengatakan telah menyampaikan protes tersebut terhadap pendiri OYO dan RedDoorz. Ia meminta, kedua operator tidak mengklaim bahwa memiliki 700 kamar di Indonesia. Padahal, beberapa akomodasi tersebut merupakan indekos.