Kejaksaan Agung Sita 1.400 Sertifikat Tanah Milik Tersangka Jiwasraya
Kejaksaan Agung menyita sebanyak 1.400 sertifikat tanah milik lima tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Penyitaan aset tersebut dilakukan untuk menyelamatkan uang negara dari kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 13,7 triliun.
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menjelaskan bahwa saat ini pihaknya masih merekapitulasi seluruh sertifikat tanah tersebut untuk menghitung berapa nilai dari seluruh sertifikat yang dimiliki tersangka.
"Ini masih direkap, ada banyak sekali. Bayangkan saja ada 1.400 sertifikat tanah," kata dia saat ditemui awak media di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (22/1).
Menurut dia, untuk mengejar seluruh aset-aset milik tersangka, Korps Adyaksa menjalin kerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Otoritas Jasa Keungan (OJK).
(Baca: Mahfud Minta Kasus Jiwasraya dan Asabri Tak Dibelokkan ke Perdata)
Dengan kerja sama itu, diharapkan seluruh aset dari hasil tindak pidana korupsi dapat dilacak untuk dikembalikan pada negara. "Ini kan baru mulai kemarin yang pasti akan kita kejar terus," katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah. Dia mengatakan semua sertifikat tanah milik lima orang tersangka telah disita dan diamankan Kejaksaan.
Meski begitu, dia enggan membeberkan lokasi dan luas tanah dari sertifikat tersebut. "Itu sertifikat yang dilakukan penyitaan. Banyak yang kami kejar untuk menutup kerugian negara yang terjadi," kata dia.
Sebelumnya, Korps Adyaksa telah memblokir lebih dari 156 sertifikat tanah, yang terdiri dari 84 bidang tanah di Kabupaten Lebak dan 72 di Kabupaten Tangerang, milik Komisaris PT Hanson International, Tbk Benny Tjokrosaputro yang merupakan salah satu tersangka kasus Jiwasraya.
(Baca: Jaksa Agung Buka Peluang Jerat Manajemen Investasi Terkait Jiwasraya)
Pengusutan kasus ini bermula dari kegagalan Jiwasraya membayar klaim polis JS Saving Plan pada Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar. Jumlah gagal bayar polis ini terus membengkak. Berdasarkan catatan direksi baru, Jiwasraya tak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun.
Selain salah membentuk harga produk yang memberikan hasil investasi pasti di atas harga pasar, Kejaksaan Agung menemukan BUMN asuransi ini memilih investasi dengan risiko tinggi demi mencapai keuntungan besar.
Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan Asuransi Jiwasraya melakukan rekayasa keuangan dalam menutupi kerugian perusahaan sejak 2006.
(Baca: Cegah Penggelapan Aset Sitaan Jiwasraya, Kejaksaan Bakal Transparan)