Wacana Pembubaran OJK, Sri Mulyani Akui Butuh Pembenahan

Dimas Jarot Bayu
22 Januari 2020, 12:45
Jiwasraya,
ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) bersama para menteri Kabinet Kerja di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/12/2019).

Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara soal wacana pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kemelut di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sri Mulyani menyatakan, OJK sebagai bagian dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah berupaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia.

Namun, kerja KKSK tersebut memang belum sempurna. “Masih perlu banyak hal yang diperbaiki,” kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (22/1).

Sri Mulyani menyebut, salah satu hal yang perlu dari sisi perundang-undangannya. “Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan itu,” kata Sri Mulyani.

(Baca: Sri Mulyani: Pemerintah akan Bentuk Lembaga Penjamin Polis Asuransi)

Sri Mulyani enggan menegaskan sikapnya terkait usulan pembubaran OJK. Dia memilih masuk ke mobilnya dan meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan. “Oke, terima kasih ya,” kata dia.

Usulan pembubaran OJK sebelumnya diutarakan Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga. Usulan tersebut seiring dengan dugaan keterlibatan oknum OJK dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.

Eriko mengatakan, penetapan OJK sebagai pengawas industri keuangan dahulu dilakukan agar industri keuangan bisa lebih fokus dan baik. Namun dia menilai pelaksanaan atas keputusan tersebut kurang maksimal.

Atas dasar itu, ada kemungkinan fungsi pengawasan industri jasa keuangan akan dikembalikan ke tangan Bank Indonesia (BI). “Apakah ini memungkinkan juga fungsi OJK akan dikembalikan ke BI? Ya bisa saja," kata Eriko saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/1).

(Baca: DPR: Oknum OJK Terlibat Kasus Jiwasraya, Pengawasan Bisa Kembali ke BI)

Meski begitu dia menegaskan bahwa OJK tak bisa sepenuhnya disalahkan. Maka dari itu Panja yang akan dibentuk oleh Komisi XI akan mengevaluasi kinerja OJK.

Adapun aturan OJK dalam mengawasi industri keuangan akan menjadi bahan evaluasi. Menurutnya, ada beberapa aturan pengawasan OJK yang bersifat abu-abu dan bentuk pengawasannya tak detil. "Jangan sampai ini jadi celah di kemudian hari," ujarnya.

Jika evaluasi tersebut sudah selesai, Eriko mengatakan bahwa pihaknya kemungkinan akan merevisi Undang-undang (UU) yang mengatur OJK dan BI. Pembahasan revisi UU tersebut rencananya dilakukan setelah Omnibus Law selesai dibuat.

Dugaan keterlibatan oknum OJK dalam kasus dugaan korupsi pertama kali dilontarkan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Dia menduga ada oknum di OJK yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Burhanuddin menyebut gagal bayar Jiwasraya tidak mungkin terjadi bila OJK benar-benar mengawasinya.

“Saya yakin ini tidak akan muncul kalau pengawasan OJK yang secara benar,” kata Burhanuddin ketika rapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1).

(Baca: Kejaksaan Agung Duga Oknum OJK Terlibat dalam Korupsi Jiwasraya)

Burhanuddin mengatakan pihaknya tengah menelusuri oknum OJK yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi di Jiwasraya. Adapun, Kejaksaan Agung telah memeriksa 130 saksi dalam kasus tersebut hingga Kamis (16/1).

Dari jumlah tersebut, Korps Adhyaksa sempat memanggil dua orang saksi dari OJK, yakni Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Riswinandi dan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen. “Mungkin OJK yang sebelumnya dan oknum-oknum tertentu. Ini terus kami telusuri,” kata Burhanuddin.

Kejaksaan Agung sendiri telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Tiga tersangka diketahui merupakan eks pejabat Jiwasraya.

(Baca: Benny Tjokro Diduga Pakai Nama Anak Buah dalam Investasi Jiwasraya)

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...