Di Depan DPR, BI Janji Tak akan Biarkan Rupiah Terlalu Kuat
Bank Indonesia memastikan tak akan membiarkan nilai tukar rupiah menguat terlalu jauh terhadap dolar Amerika Serikat. Adapun kondisi rupiah saat ini masih mencerminkan nilai fundamentalnya.
Hal tersebut disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo menanggapi kekhawatiran para anggota DPR terkait pelemahan rupiah yang terjadi sejak akhir tahun lalu. Sejak awal tahun hingga hari ini (27/1), rupiah menguat 1,81% ke Rp 13.615 per dolar AS.
"Kami yakinkan, jika rupiah sudah menguat terlalu jauh dan tidak dapat berdampak ke ekonomi, maka kami tidak segan mengarahkan nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya. Tentunya dengan melakukan berbagai langkah-langkah," ujar Perry dalam rapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (27/1).
Perry menjelaskan penguatan rupiah saat ini masih sesuai dengan faktor fundamental, yakni inflasi yang rendah dan neraca pembayaran tahun lalu yang diperkirakan surplus. Selain itu, perkembangan global yang membaik dan kebijakan BI yang akomodatif turun mendorong penguatan rupiah.
(Baca: Gubernur BI Percaya Keperkasaan Rupiah Tak akan Rugikan Eksportir)
Adapun sepanjang tahun lalu, rupiah berhasil menguat mencapai 3,58%. Hal ini terutama ditopang oleh aliran modal asing masuk yang cukup deras.
Perry memerinci pada tahun lalu, dana asing masuk sebesar US$ 5,2 miliar pada kuartal pertama, US$ 4,6 miliar pada kuartal kedua, US$ 4,8 miliar pada kuartal ketiga, dan US$ 6,36 miliar pada kuartal keempat.
Menurut Perry, meski penguatan rupiah tak sebanding dengan baht Thailand dan peso Filipina, rupiah cukup perkasa di Asia pada tahun lalu. "Negara lain seperti Lira Turki justru depresiasi," ucap dia.
(Baca: BI Optimistis Ekspor Meningkat Tahun Ini, Berikut Faktornya)
Sementara pada awal tahun ini, rupiah tercatat paling perkasa di Asia. Adapun baht justru melemah 3,27% dan peso turun 0,39%.
Meski banyak yang khawatir dengan penguatan rupiah, Perry menekankan bahwa apresiasi rupiah saat ini sangat menguntungkan momentum pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan, penguatan rupiah dapat mendorong impor dan investasi dalam negeri yang penting untuk ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Menurut Perry, ekspor elektronik hingga mobil membutuhan kandungan impor yang sagat tinggi. Tak hanya itu, penguatan rupiah diyakini ia akan berdampak kepada penerimaan eksportir cukup bagus. "Ini karena volume bagus dan harga komoditas perdagangan bagus," ujarnya.