Kominfo akan Atur Kewenangan KPI Awasi Netflix dkk dalam RUU Penyiaran
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengkaji Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengawasi perusahaan penyedia layanan video on-demand (VoD) seperti Netflix atau Youtube dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasukan RUU Penyiaran dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2020. Kementerian Kominfo berharap, RUU itu akan memberikan kekuatan yang lebih besar pada KPI dalam fungsinya mengawasi penyiaran.
"Sebetulnya KPI sekarang hanya punya kewenangan mengawasi pada TV. Ada usulan KPI agar punya kewenangan lebih dari itu," kata Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Kominfo Ahmad M Ramli dalam rapat dengan DPR membahas RUU Penyiaran di Jakarta pada Selasa (28/1).
(Baca: Pengawasan Netflix Dkk Libatkan 4 Kementerian, DPR Usul Perpres)
Ahmad menyatakan masih mengkaji kemampuan KPI apabila berwenang mengawasi platform seperti Netflix atau YouTube. "Kami masih mendengar masukan sejauh mana KPI bisa masuk (pengawasan) agar tidak konflik dengan penegak hukum yang sudah ada," kata dia.
Menurutnya, terkait konten yang ada di Netflix ataupun YouTube apabila ada pelanggaran seperti mengandung unsur pornografi tetap bisa dikenakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ke depan, RUU Penyiaran akan menjembatani pengawasan KPI pada platform Netflix atau YouTube dengan aturan yang sudah ada seperti UU ITE itu.
Selain pengawasan pada perusahaan penyedia layanan VoD tersebut, Ramli mengatakan RUU Penyiaran akan mengakomodasi penguatan organisasi KPI. Periodisasi komisioner di KPI akan diperpanjang dari 3 tahun menjadi 4 atau 5 tahun. Jabatan ketua KPI yang saat ini diisi eselon II yang hanya setingkat direktur akan ditingkatkan menjadi eselon I.
(Baca: KPI Ungkap Langkah Mudah Tingkatkan Pengawasan Netflix Dkk)
KPI juga didorong agar dapat mempunyai kewenangan mencabut izin program siaran yang terbukti melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Sebelumnya, KPI hanya berwenang memberikan teguran dan sanksi berupa denda.
Anggota Komisi I DPR RI dari Partai Golkar Dave Akbarshah Fikarno mengatakan, RUU Penyiaran yang saat ini masuk Prolegnas harus mengakomodasi perkembangan digital ke depan. "Sekarang ada Netflix, 10 tahun lagi ada teknologi baru. Ke depan bila ada perubahan-perubahan harus sesuaikan," kata Dave di Jakarta pada Selasa (28/1).
Sebelumnya, Ketua KPI Agung Suprio menilai, selain dengan dorongan RUU Penyiaran, pengawasan konten Netflix dan perusahaan penyedia layanan lainnya akan lebih mudah jika mereka menjadi Badan Usaha Tetap (BUT). Dengan begitu, konten negatif seperti pornografi bisa diminimalkan.
"Netflix dan lainnya itu harus BUT agar kami dapat berinteraksi," kata Ketua KPI Agung Suprio.
Agung menyatakan, KPI pernah mengirimkan surat kepada perusahaan televisi berlangganan asal Prancis, karena memuat konten pornografi. Namun, karena korporasi tidak memiliki kantor di Indonesia, maka KPI hanya bisa bertemu dengan duta besar Prancis.
Karena itu, menurut dia, Netflix dan perusahaan sejenisnya perlu menjadi Bentuk Usaha Tetap atau BUT. Dengan begitu, KPI maupun Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) lebih mudah berdialog dengan perwakilan perusahaan.
(Baca: Kominfo Tanggapi Wacana KPI Awasi YouTube hingga Netflix)