Menteri ESDM: Skema Gross Split Belum Cukup Menarik Investor
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bakal tetap menggunakan dua skema bagi hasil (PSC) migas yakni gross split dan cost recovery untuk mendorong investasi migas. Adapun skema gross split diakui belum cukup menarik untuk pengembangan wilayah kerja migas baru.
"Di sektor migas dulu kami mengenalkan PSC (cost recovery), terus beralih ke gross split, ternyata skema gross split belum cukup menarik investor," ujar Arifin dalam acara Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2020 di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (30/1).
Ia menjelaskan, investor kurang tertarik dengan skema gross split untuk pengembangan wilayah kerja migas baru, mengingat risiko yang harus ditanggung belum pasti. Hal ini berbeda dengan risiko pengembangan di wilayah kerja yang sudah ada alias eksisting.
"Gross split umumnya memang langsung bisa direspons untuk daerah-daerah wilayah kerja yang sudah ditinggalkan," kata Arifin.
(Baca: Garap Minyak East Natuna, Pertamina Tepis Terkait Sengketa RI-Tiongkok)
Ia menjelaskan, potensi di sumur migas eksisting sendiri memang kecil, namun bila dikumpulkan bisa untuk menahan laju penurunan produksi migas Tanah Air. "Kita ketahui dalam satu sumber kala 100 persen sumbernya yang sudah diangkat 40 persen, masih ada 60 persen. Di dalamnya masih ada 20 persen yang bisa diangkat kembali," ujarnya.
Adapun Kementerian ESDM berencana melelang wilayah kerja migas tahap I tahun 2020 pada kuartal I. Dalam lelang tersebut, Pemerintah mulai menawarkan dua opsi skema kontrak migas, yakni gross split atau cost recovery.
Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan peraturan pada lelang sebelumnya yang mewajibkan kontraktor migas pemenang lelang menggunakan skema bagi hasil migas gross split. Pasalnya hal ini disinyalir menjadi salah satu penyebab lelang blok migas pada tahun lalu sepi peminat.