Sertifikasi ISPO Capai 5,45 Juta Hektare hingga Januari 2020

Rizky Alika
14 Februari 2020, 06:54
kelapa sawit, ISPO
ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Pekerja memasukkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke dalam truk di salah satu tempat penampungan di Desa Seumantok, Kecamatan Pante Ceureumen, Aceh Barat, Sabtu (7/12/2019).

Lahan sawit yang mendapatkan sertifikasi melalui Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) hingga Januari 2020 mencapai 5,45 juta hektare. Adapun jumlah sertifikat yang diterbitkan sebanyak 621 yang terdiri dari 607 perusahaan, 10 koperasi swadaya, dan 4 Koperasi Unit Desa (KUD) plasma.

"Pelaku usaha yang mendaftar ISPO baru 779 pengusaha. Dari jumlah tersebut, sertifikasi yang sudah terbit baru 621," kata Kepala Sekretariat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Azis Hidayat di Jakarta, Kamis (14/2).  

(Baca: Jokowi Soroti 40,6% Luas Lahan di Indonesia Tumpang Tindih)

Dari perusahaan yang tersertifikasi, produksi Tandan Buah Segar (TBS) mencapai 60 juta ton per tahun dengan minyak sawit mentah (CPO) mencapai 13 juta ton per tahun. Adapun rata-rata produktivitas mencapai 18,96 ton per hektare dan rendemen rata-rata 24,45%.

Terbitnya sertifikasi ISPO dibagi berdasarkan dua periode. Pertama, periode 2011-2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.19 Tahun 2011 dengan jumlah sertifikat ISPO untuk 127 perusahaan dan luas 1,16 juta hektare. Kemudian, periode 2016-2019 berdasarkan Permentan No.11 Tahun 2015 sebanyak 494 sertifikat dengan luas 4,2 juta hektare.

Azis berharap Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) dapat memfasilitasi pendanaan para pekebun untuk mendapatkan sertifikat ISPO. Pendanaan tersebut diharapkan diberi secara maksimal untuk tahapan pra kondisi, capacity building, pelatihan ISPO, hingga internal kontrol untuk ISPO. "Dengan demikian semakin banyak yang mendapatkan sertifikasi ISPO," ujar dia.

(Baca: Legalitas hingga Replanting, Setumpuk Masalah Petani Sawit Kalbar)

ISPO merupakan sertifikat yang mendukung perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Ada empat kategori yang menjadi kriteria ISPO dan RSPO. Pertama, aspek hukum yang mewajibkan pelaku industri sawit menegakkan transparansi, termasuk pada rantai pasok.

Kedua, pelaku industri sawit harus menerapkan ekonomi jangka panjang. Ketiga, aspek sosial yang menekankan penerapan relasi yang adil dan transparan antara perusahaan dengan petani. Keempat,  aspek lingkungan yang dilihat dari kemampuan perusahaan menjaga lingkungan dan melakukan konservasi sumber daya lingkungan.

(Baca: Moratorium Sawit Perbaiki Tata Kelola dan Genjot Produktivitas)

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...