Laba Anjlok untuk Cadangan Kredit Seret, Harga Saham BTN Kian Tertekan
Harga saham Bank Tabungan Negara (BBTN) semakin tertekan setelah perusahaan menyampaikan penurunan drastis laba tahun lalu. BTN hanya membukukan laba Rp 209,26 miliar, anjlok 92,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Harga saham BTN terus bertengger di zona merah sepanjang perdagangan awal pekan ini. Saham BTN sempat jatuh ke harga Rp 1.685 per lembar, anjlok 4,53% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Meskipun, koreksi saham BTN tercatat mengecil hingga ditutup pada level Rp 1.735 per lembar.
Penurunan ini menunjukkan masih berlanjutnya tren penurunan harga saham BTN yang sudah terjadi dalam hampir sebulan belakangan. Jika dibandingkan dengan harga per akhir tahun lalu, harga saham BTN saat ini telah terkoreksi 18,16%.
Selain BTN, bank pelat merah lainnya yaitu Bank Rakyat Indonesia (BBRI) juga mengalami koreksi tajam pada perdagangan hari ini. Harga saham BRI ditutup pada level Rp 4.490 pada sesi pertama, anjlok 1,32% dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya. Hingga saat berita ini ditulis, harga saham BRI masih tertekan.
Seiring koreksi harga saham dua emiten bank pelat merah ini, indeks harga saham sektor finansial terkoreksi. Saat berita ini ditulis, indeks sektor finansial turun 0,24%.
NPL Melambung, Laba BTN Anjlok 92,5%
Laba bersih BTN anjlok 92,5% dari Rp 2,8 triliun pada 2018 menjadi Rp 209,26 miliar pada tahun lalu. Penurunan laba emiten berkode saham BBTN ini disebabkan oleh kenaikan biaya pencadangan akibat kredit seret (NPL) yang membengkak.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan, penyisihan kerugian penurunan nilai aset keuangan perusahaan naik dari Rp 1,71 triliun menjadi Rp 3,48 triliun. Sedangkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) perusahaan naik 85,4% dari Rp 3,29 triliun menjadi Rp 6,16 triliun.
Kenaikan biaya pencadangan tersebut dilakukan seiring rasio kredit bermasalah atau NPL yang melonjak. NPL gross naik dari 2,81% menjadi 4,78%, sedangkan rasio NPL net naik dari 1,83% menjadi 2,96%.
Adapun kredit tercatat hanya tumbuh 6,26% dari Rp 234,9 triliun menjadi Rp 249,7 triliun. Pertumbuhan tersebut jauh melambat dibandingkan 2018 yang mencapai 19,14%.
Selain karena pencadangan yang naik, laba bersih BTN terkoreksi karena adanya kenaikan beban bunga dan bagi hasil sebesar 31% dari Rp 12,76 triliun menjadi Rp 16,75 triliun.
Adapun laba BTN disokong oleh pendapatan bunga dan bagi hasil sebesar Rp 25,71 triliun, naik 12,5% dibanding tahun sebelumnya Rp 22,85 triliun. Namun, karena kenaikan beban bunga, total pendapatan bunga bersih turun 11,1% menjadi hanya Rp 8,96 triliun tahun lalu dari Rp 10,08 triliun pada 2018.