Ekspor Berpotensi Terimbas Corona, Gapki: Konsumsi Sawit Tertolong B30

Rizky Alika
26 Februari 2020, 10:19
Ekspor Turun Akibat Corona, Gapki: Konsumsi Sawit Bisa Tertolong B30.
ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Pekerja memasukkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke dalam truk di salah satu tempat penampungan di Desa Seumantok, Aceh Barat. Pengusaha sawit ramal kebutuhan B30 mampu menolong penuruna minuak sawit akibat corona.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia ke Tiongkok berpotensi menurun terimbas penyebaran virus corona. Namun, hal itu berpeluang teratasi apabila pemerintah mengoptimalkan serapan minyak sawit sebagai bahan campuran biodiesel lewat program biodiesel 30% atau B30.

Wakil Ketua Umum Gapki Togar Sitanggang mengatakan, hal tersebut  bisa menguntungkan Indonesia dalam  memenuhi kebutuhan B30. Apalagi, pemerintah juga bakal menguji coba program B40. Artinya, kebutuhan minyak sawit untuk pencampuran bahan bakar solar akan semakin besar.

Gapki mencatat, ekspor minyak sawit mentah (CPO) ke Negeri Panda berkisar 5 juta ton pada 2019. "Misalnya potensi ekspor hilang 1 juta ton, adanya kebutuhan B30 dan B40 bisa menolong pasokan sawit dalam negeri," kata dia di Jakarta, Selasa (25/2).

(Baca: Gapki: Ekspor Minyak Sawit ke Tiongkok Bisa Turun Karena Virus Corona)

Meski begitu, ia menilai harga CPO tak akan melonjak ke kisaran US$ 1.200 per ton. Namun, penguatan program biodiesel setidaknya diharapkan mampu menjaga harga CPO tetap di kisaran US$ 700-800 per ton.

Dia menjelaskan, ekspor CPO ke Tiongkok sebetulnya masih bergantung faktor musiman. Untuk saat ini misalnya, Tiongkok tak memerlukan pasokan CPO untuk memenuhi  kebutuhan minyak nabatinya lantaran Hari Raya Imlek telah berlalu. "Biasanya September-November, permintaan impor CPO dari Tiongkok naik," ujar dia.

Jika virus corona dapat diatasi pada April-Mei mendatang, Togar memperkirakan perekonomian Tiongkok bisa kembali pulih pada semester II. Dengan begitu, ada harapan permintaan CPO ke Tiongkok akan meningkat setelahnya. 

Sedangkan, jika virus corona berlangsung lama, hal sebaliknya justru terjadi, yang mana konsumsi minyak nabati diproyeksi menurun. "Sawit itu kan masih urusan makanan. Kalau ekonomi dunia itu tidak kencang, maka konsumsi melambat," katanya.

(Baca: Target Pertumbuhan Ekonomi Meleset, Istana Salahkan Harga Komoditas)

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...