Jurus BI Tahan Pelemahan Rupiah di Tengah Serangan Virus Corona
Wabah virus corona turut berdampak pada nilai tukar rupiah. Rupiah yang menguat tajam di awal tahun, kini bergerak melemah.
Namun, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti memastikan pihaknya memiliki cara jitu untuk menjaga stabilisasi rupiah. "Di moneter kami melakukan triple intervention dalam menangani dampak virus corona," kata Destry dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (26/2).
Triple intervention terdiri dari intervensi di pasar Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), pasar spot, serta pasar surat berharga negara.
Destry menjelaskan, intervensi bank sentral dalam DNDF sebenarnya tak banyak digunakan negara lain. Namun, intervensi tersebut efektif menstabilkan rupiah.
(Baca: Virus Corona Makin Merebak, Rupiah Jeblok ke 13.940 per Dolar AS)
BI juga melakukan intervensi dengan membeli SBN atau obligasi pemerintah. Hal tersebut dilakukan karena hubungan antara SBN dengan rupiah sangat dekat.
Adapun intervensi juga dilakukan BI di pasar spot meski dalam jumlah yang tak besar. "Tidak banyak, kami melihat korelasi antar inflow dari offshore market kita," ujarnya.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah 0,39% ke posisi Rp 13.940 per dolar AS. Rupiah masih tertekan oleh kekhawatiran terkait penyebaran virus corona.
(Baca: Virus Corona Masih Mewabah, Sri Mulyani: Defisit APBN Dapat Melebar)
Sementara rupiah sejak awal tahun hingga 26 Februari atau year to date tercatat masih menguat 0,53%. Padahal di bulan lalu, rupiah sempat menguat secara year to date hingga 2% dan menjadi yang terkuat di Asia melawan dolar AS.
Wabah virus corona hingga kini telah membunuh lebih dari 2.700 orang. Total kasus infeksi covid-19 ini mencapai lebih dari 80 ribu di seluruh dunia. Virus yang kini bernama covid-19 ini semakin banyak ditemukan di luar Tiongkok.
Kasus kematian di luar Tiongkok kini tercatat sebanyak 49 orang, terbanyak di Iran mencapai 16 orang. Lalu 12 orang di Korea Selatan, 11 orang di Italia, lima orang di Jepang, dua orang di Hong Kong, dan masing-masing satu orang di Filipina, Prancis, dan Taiwan.