CEO Startup Hingga Parlemen AS Sebut TikTok Parasit dan Mata-mata
Sejumlah pemimpin startup menyatakan TikTok merupakan parasit yang mengancam data pribadi. Sebelumnya, parlemen Amerika Serikat (AS) menduga perusahaan aplikasi yang sedang naik daun itu merupakan mata-mata Tiongkok.
Co-founder dan CEO perusahaan agregator berita global Reddit Steve Huffman mendorong gagasan agar startup di lingkungan Silicon Valley mempelajari aplikasi TikTok. "Karena saya melihat aplikasi itu sebagai parasit yang fundamental," ujar Steve seperti dilansir TechCrunch pada Kamis (27/2).
Komentar itu dibuat di depan sekelompok investor Silicon Valley pada konferensi bertajuk 'Sosial 2030'. Acara diadakan oleh Lightspeed Venture Partners dan Slow Ventures. Acara itu bertujuan untuk menyoroti dan mengidentifikasi tren dalam aplikasi yang akan terbentuk pada dekade selanjutnya.
"Teknologi sidik jari yang mereka (TikTok) gunakan benar-benar menakutkan, dan saya tidak bisa memasang aplikasi seperti itu di ponsel saya," kata Huffman.
Ia mengaku aktif mengimbau semua orang agar tidak gunakan TikTok. "Saya secara aktif memberi tahu orang-orang. Jangan pasang spyware (mata-mata) itu di ponsel Anda," kata Steve.
Pernyataan Huffman kemudian dibantah TikTok. "Ini adalah tuduhan tak berdasar yang dibuat tanpa bukti," kata juru bicara TikTok kepada TechCrunch.
COO Facebook Sheryl Sandberg mengaku khawatir tentang ancaman yang ditimbulkan oleh TikTok. Menurutnya, aplikasi TikTok memang tumbuh pesat. "Tapi, jika orang-orang peduli tentang data, saya pikir ada banyak yang harus dikhawatirkan di sana," kata Sandberg seperti dilansir Business Insider pada Kamis (27/2).
(Baca: Demam TikTok Melanda Dunia)
Berbagai kalangan di AS memang menuduh TikTok sebagai alat mata-mata Pemerintah Tiongkok. Data yang didapat TikTok dari aplikasinya dikhawatirkan membahayakan privasi pengguna AS.
Seperti dilansir Reuters, anggota parlemen AS pada November 2019 meminta penyelidikan keamanan nasional terhadap TikTok. Parlemen AS khawatir aplikasi yang dikembangkan Bytedance itu tidak bisa menyensor konten sensitif secara politik dan tidak bisa menjamin keamanan data pribadi bagi pengguna di AS.
Angkatan Darat AS pun melarang para tentaranya menggunakan aplikasi tersebut dengan alasan keamanan. TikTok, yang dimiliki perusahaan teknologi asal Tiongkok, tercatat bernilai US$ 75 miliar ketika konglomerat asal Jepang Masayoshi Son berinvestasi di perusahaan itu melalui SoftBank pada 2018. Popularitas TikTok digadang-gadang dapat mengalahkan Instagram.
Pada 2019 lalu, berdasarkan riset Sensor Tower, Instagram masih menjadi aplikasi dengan pengguna aktif terbanyak yaitu lebih dari 1 miliar pengguna. Sedangkan TikTok, menurut data AppAnnie, hanya memiliki 625 juta pengguna aktif di seluruh dunia.
AS merupakan pangsa pasar terbesar ketiga TikTok dengan jumlah unduhan aplikasi sampai 123,8 juta. Pada 2019 lalu, Tiongkok menjadi pasar terbesar TikTok bersama dengan India. Di Negeri Bollywood, aplikasi media sosial itu diunduh 466,8 juta kali di App Store dan Google Play Store.
(Baca: Dinilai Berbahaya, TikTok Larang Video Prank Skull-Breaker Challenge)